Teluk Jakarta Bisa Semakin Dangkal

JAKARTA, KOMPAS — Kalangan usaha pelayaran, logistik, dan nelayan mencemaskan risiko pendangkalan akibat pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Teluk Jakarta. Selain mengganggu alur pelayaran, pendangkalan juga dikhawatirkan memperpendek usia pelabuhan, terutama Pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda Kelapa.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita, Selasa (4/11), mengatakan, pelaku usaha pelayaran dan pengguna jasa logistik khawatir perairan di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok kian dangkal. Kondisi itu berpotensi menghambat lalu lintas kapal.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta Yan Winata Sasmita menyampaikan kekhawatiran serupa. Aktivitas ratusan kapal pencari ikan yang hilir mudik di kawasan Teluk Jakarta tiap hari dipastikan terganggu atau bahkan mati jika perairan diuruk untuk pembangunan pulau-pulau reklamasi, dangkal karena sedimentasi parah, atau tertutup tanggul.

Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo dari Center for Environmental Remote Sensing, Universitas Chiba, Jepang, menyatakan, ancaman pendangkalan akibat sedimentasi di Teluk Jakarta itu nyata.

Berdasarkan penelitian mandiri yang dia lakukan dengan menggunakan pengamatan radar dan satelit, Josaphat mengatakan, laju pengendapan di muara Sungai Citarum dan Cikarang mencapai 18-40 meter dari garis pantai per tahun. Padahal, muara kedua sungai itu mengarah ke kawasan zona ekonomi dan pelabuhan laut dalam Jakarta.

”Dapat diperkirakan pelabuhan laut dalam hanya dapat berfungsi kurang dari 20 tahun saja jika tidak diikuti dengan pembenahan jaringan perairan dari wilayah Jawa Barat,” papar Josh, panggilan akrab Josaphat.

Deputi Direktur Bidang Eksternal Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta Zainal Muttaqin menambahkan, selain sedimen, 13 sungai juga membawa limbah dari hulu dan sepanjang daerah aliran sungai. Belum lagi limbah dari perusahaan-perusahaan di pesisir utara.

Belum disosialisasikan

Sejumlah pihak mengatakan belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait rencana pembangunan tanggul laut raksasa itu. Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono pekan lalu mengatakan, sosialisasi ke warga dan pelaku usaha di pesisir utara sebagai pihak yang terkena dampak langsung relatif lemah. Kalangan usaha pelayaran dan pengguna jasa pelabuhan juga belum mendapat penjelasan soal proyek itu.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menanti hasil kajian atas pembangunan tanggul tipe B yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum. Menurut Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, banyak hal yang harus dijawab kajian itu, seperti nasib ribuan nelayan di sekitar tanggul laut dan penggelontoran air dari sungai- sungai yang bermuara di laut sekitar tanggul.

Meski masih ragu-ragu dengan kelanjutan tanggul laut raksasa tipe B, Basuki menegaskan perlunya kelanjutan tanggul laut tipe A. Proyek ini dilakukan untuk memperkuat tanggul laut yang sudah ada di pantai utara Jakarta untuk mencegah rob.

Ahli hidrologi Universitas Indonesia, Firdaus Ali, sependapat dengan Basuki. Menurut dia, lebih baik konsentrasi memperbaiki tanggul tipe A yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Sejalan dengan pembangunan itu, pemerintah melakukan penanganan di darat dan hulu. (MKN/FRO/NDY/DHF)

Leave a reply