Priok Tetapkan Cost Recovery per 1 November

JAKARTA—Pelabuhan Tanjung Priok memberlakukan cost recovery sebesar Rp65.000–Rp.75.000 per boks peti kemas berisi muatan ekspor impor di lima fasilitas terminal peti kemas terhitung mulai 1 November 2014.

Kelima terminal peti kemas tersebut adalah Jakarta International Container Terminal (JICT), TPK Koja, Multi Terminal Indonesia (MTI), Mustika Alam Lestari (MAL), dan
Terminal 3 Pelabuhan Priok.

Sesuai dengan surat edaran Dirut JICT Albert Pang No. UM.338/3/17/ JICT-2014 yang diperoleh Bisnis, pengenaan cost recovery (biaya pemulihan) itu akan dimulai pada 1 November 2014 sebesar Rp75.000 per boks bagi setiap peti kemas eksporimpor yang dibongkar muat.

Adapun di terminal lainnya, beban cost recovery (CR) dikenakan Rp65.000 per boks ditambah PPN, yang ditetapkan berdasarkan surat edaran Dirut PT Pelabuhan Tanjung Priok. Pengenaan CR peti kemas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok itu juga mengacu pada Surat Direksi Pelindo II No. KU.300/17/10/2/PI.II-14.

Dirut PT Pelabuhan Tanjung Priok Ari Henryanto mengatakan aturan itu dikenakan kepada semua kapal ekspor impor yang melakukan bongkar muat terhitung mulai 1 November 2014 pukul 00.01 WIB. “Cost recovery hanya untuk peti kemas isi,” ujarnya
kepada Bisnis, Selasa (28/10).

Ari mengatakan pengenaan biaya itu juga sudah melalui kesepakatan bersama antara JICT, MAL, MTI, dan Pelabuhan Tanjung Priok dengan asosiasi pengguna jasa seperti BPD
Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, dan Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jaya pada 17 Oktober 2014.

“Pengenaan cost recovery peti kemas itu bertujuan untuk menjaga kualitas pelayanan bongkar muat di terminal peti kemas ekspor impor di Priok,” ucapnya.

Dia mengatakan pengenaan CR di Priok bersifat sementara sambil menunggu persetujuan penyesuaian biaya container handling charges (CHC) yang sudah diusulkan PT Pelindo II kepada Menhub beberapa waktu lalu.

“Biaya buruh bongkar muat sudah naik, listrik naik, BBM juga naik. Kalau CHC sudah clear akan di hilangkan itu [cost recovery],” tuturnya.

Dia juga mengatakan pengenaan CR untuk menjaga kualitas layanan di terminal peti kemas sebagai mana standar yang ditetapkan pemerintah.

“Kalau terminal rendah layanannya, logistik makin kacau dan ini hanya untuk peti kemas isi,” paparnya. Ari mengatakan billing cost recovery akan diakumulasi pada saat pengambilan barang dari pelabuhan.

MENOLAK

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menolak keras rencana Pelindo II menerapkan CR yang di kenakan untuk setiap kontainer. Kondisi itu dinilainya tak sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menurunkan biaya logistik nasional yang kini masih mencapai 26% dari PDB.

Ketua Umum ALI Zaldy Ilham Masita mengatakan rencana penerapan CR tanpa dasar hukum sama sekali dan dilakukan sepihak oleh Pelindo II serta dinilai aneh karena di kaitkan dengan kenaikan BBM dan upah.

“Padahal, biaya pelabuhan untuk ekspor dan impor sudah dalam dolar AS yang sebenarnya juga sudah melanggar ketentuan Bank Indonesia,” ujarnya.

Dia pun menyesalkan beberapa asosiasi yang telah mendukung rencana tersebut padahal hampir semua asosiasi memprotes tingginya biaya logistik di Indonesia selama ini. “Kenaikan biaya pelabuhan karena tarif baru ini mencapai Rp400 miliar Rp500 miliar per tahun,” tuturnya.

Oleh karena itu, dia meminta Ignasius Jonan sebagai Menteri Perhubungan yang baru segera mencabut tambahan tarif tersebut.

“Kabinet perlu menunjukkan bahwa presiden kita memang punya political will menurunkan biaya logistik. Jangan hanya janji kosong saat kampanye,” ujar Zaldy. (k1/Muhamad Hilman) Bisnis Indonesia

Leave a reply