Poros Maritim di Pulau Luar

Basis Data llmiah Kelautan Tercerai -berai
JAKARTA, KOMPAS – Konsep Poros Maritim yang akan dibangun di Indonesia bertumpu pada pusat pertumbuhan ekonomi di Alur Lintas Kepulauan Indonesia dan kawasan pulau-pulau terluar. Pembangunan pusat pertumbuhan itu terkait erat dengan penyediaan infrastruktur dan energi.

“Pembangunan poros ini rencananya 10 tahun,” kata pakar kelautan dan perikanan dari Institut Pertanian Bogor, Rokhmin Dahuri, dihubungi dari Jakarta, Karnis (24/7). Poros maritim disinggung Joko Widodo pada pidato seusai pengumurnan resmi Komisi Pemilihan Umurn, Rabu. Menurut Rokhrnin yang juga bagian tim pakar kelautan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ada beberapa pertimbangan merintis Pusat Pertumbuhan Ekonomi di daerah ALKI dan pulau terluar. ALKI merupakan daerah lalu lintas pelayaran utarna, tak hanya di tingkat nasional, tetapi juga intemasional. Daerah ini jalur kapal besar mancanegara melintasi wilayah Nusantara.

Di Indonesia ada tiga ALKI, yaitu jalur lintasan pertama di kawasan barat yang melewati Laut Tiongkok Selatan hingga ke Selat Sunda dan bermuara di Samudra Hindia. Jalur ALKI kedua melintasi Selat Makassar berlanjut hingga Selat Lombok, Nusa Tenggara Barat, sedangkan ALKI ketiga di kawasan timur
masuk dari Laut Halmahera menuju Laut Banda dan keluar di Selat Ombai, Nusa Tenggara Timur.

Secara rinci, kata Rokhmin, pusat pertumbuhan di kawasan barat ada di Cibening dan Cilegon, Banten.Pusat pertumbuhan tengah ada di Nunukan dan Tarakan, Kalimantan Utara, sedangkan di timur dipusatkan di Bitung, Morotai, dan Sorong.

” Pembangunan poros ini
rencananya 10 tahun.
Rokhmin Dahuri

Selain di ALKI, pusat perturnbuhan juga akan dibangun di pulau terluar yang memiliki pelabuhan alam, seperti Pulau Sabang di Aceh. Kawasan itu pada masa lalu menjadi pelabuhan bagi pelayaran lintas benua.
Selain menjadi alur pelayaran utama, kawasan itu juga merupakan jalur transportasi massa air lintas dunia dan jalur migrasi ikan-ikan yang bernilai ekonomi tinggi, seperti tuna.

Pusat pertumbuhan ekonomi di jalur ALKI, selain melihat pada kelayakan in.frastruktur pelabuhan, juga melihat potensi surnber daya lokal, seperti perikanan. Oleh karena itu, pelabuhan harus terintegrasi dengan kawasan industri yang mengolah komoditas unggulan lokal, termasuk komoditas pertanian dan perkebunan, seperti kelapa sawit.

Pangan dan energi
Melihat potensi wilayah Nusantara itu, menurut Samsul, selaku Ketua Pusat Kajian Nusantara, pembangunan di Indonesia pada periode mendatang akan difokuskan pada pangan, energi, dan kemaritiman. Untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan energi akan berorientasi pada pengembangan potensi surnber daya laut.

Menurut Rokhmin, yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, selama ini potensi perikanan di Indonesia yang melimpah memang masih minim pemanfaatannya. Potensi kelautan di Indonesia baru 20 persen yang termanfaatkan melalui perikanan tangkap. Hal inilah yang memicu terjadinya pencurian
ikan oleh kapal-kapal asing.

Pembangunan pusat pertumbuhan baru, ujar Rokhmin, akan mengurangi perturnbuhan ekonomi nasional yang sebagian besar atau 60 persen berada di Pulau Jawa Sementara di luar Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam yang relatif besar belum dikelola optimal Kontribusi di Sulawesi dan Kalimantan masing-masing hanya 6 dan 8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah ini diperkirakan jauh dari potensi yang seharusnya.

Sebelurn konsep Poros Maritim itu diwujudkan, masih ada sejumlah kendala Beberapa di antaranya, persoalan basis data ilmiah dan riset pengelolaan laut serta pemanfaatannya secara berkelanjutan (Kompas, 24/ 7). Basis data ilmiah kelautan ada, tetapi tersebar di berbagai instansi dan lembaga Itu karena riset-riset kelautan dilakukan secara sporadis, tanpa ada institusi yang diberi kewenangan untuk mengoordinasikan. (YUN)

Leave a reply