Penyimpangan Kegiatan Relokasi Cargo Ditindak

JAKARTA—PT Pelabuhan Indonesia II akan menindak tegas segala bentuk penyimpangan dari kegiatan relokasi kargo impor jenis breakbulk di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok untuk menekan biaya logistik di tempat itu.

General Manager Pelabuhan II Tanjung Priok Ari Henryanto mengatakan penertiban telah dilaksanakan selama setahun terakhir dengan menyiapkan dokumen single billing atau tarif tunggal.

Dia juga mengatakan telah menginstruksikan perusahaan bongkar muat (PBM) di
pelabuhan Tanjung Priok untuk berpedoman pada komponen pelayanan tarif bongkar muat sehingga kegiatan relokasi kargo impor di Tanjung Priok dilakukan oleh PBM.

“Kalau masih ada PBM yang bandel pasti akan kami tindak. Apalagi hingga membuat biaya logistik menjadi tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (18/9).

Ari mengatakan hal itu untuk merespons adanya keluhan tarif kegiatan relokasi kargo impor jenis breakbulk yang dilaksanakan oleh perusahaan pindah lokasi penumpukan (PLP) di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Tidak ada itu mitra PLP [yang dituding bermain] dalam kegiatan alur logistik di Pelabuhan Tanjung Priok karena relokasi kargo breakbulk dilaksanakan oleh PBM,” ucapnya.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis menyebutkan salah satu keluhan
yang muncul akibat pungutan biaya penanganan relokasi kargo impor breakbulk dari Terminal 3 telah disampaikan oleh PT Suzuki Indomobil Motor (SIM).

Agen tunggal pemegang merek Suzuki ini mengeluhkan munculnya pungutan
biaya mekanis sebesar Rp32.000/ton oleh PT Malika Lintas Samudera (MLS) yang melakukan kegiatan relokasi kargo impor di Pelabuhan Tanjung Priok.

MLS juga dituding PT SIM memungut tariff penumpukan (storage) Rp4.900/ton untuk masa I (1-3) yang tetap dikenakan biaya storage selama tiga hari. Keluhan ini disampaikan PT SIM melalui surat No. 0001/SIMIMP/IX/2014 tanggal 1 September 2014 yang ditandatangani oleh Otoy Widjaya selaku Manager PT SIM. Adapun isinya perihal keberatan pengenaan tariff pindah lokasi penumpukan (PLP) kargo impor jenis breakbulk di Pelabuhan Tanjung Priok.

Kargo impor jenis breakbulk yang diangkut kapal MV Nagato itu tiba di Tanjung
Priok pada 9 Agustus 2014 dan telah mengantongi surat pemberitahuan pengeluaran barang (SPPB) pada 14 Agustus 2014.

Adapun, dokumen yang dibawa adalah BL (bill off lading) NAG009HHJKT13,
NAG009HHJKT16, dan NAG009HHJKT17. Kegiatan bongkar kargo MV Nagato itu dilaksanakan oleh PBM Tangguh Samudera Jaya (Samudera Indonesia Group). Namun, kegiatan relokasi kargo ke Lini II Tanjung Priok dilaksanakan oleh PT Malika Lintas Samudera.

MERASA DIRUGIKAN

Direktur Perusahaan Bongkar Muat Tangguh Samudera Jaya (Samudera Indonesia Goup) M. Iqbal mengatakan pihaknya merasa dirugikan PT Malika Lintas Samudera (MLS) yang melakukan kegiatan relokasi kargo impor karena memalsukan dokumen invoice sekaligus me-markup biaya logistik di Pelabuhan Tanjung Priok.

“Kami melaporkan PT MLS itu ke pihak berwajib karena kami selaku PBM di Priok yang terkena dampaknya. Padahal, seharusnya, biaya relokasi kargo impor sudah ada aturannya,” ujarnya.

Dia juga mengatakan sudah mengklarifikasi langsung persoalan ini kepada Dirut Pelindo II Richard Joost Lino dan General Manager Pelindo II Tanjung Priok.

“Kami tidak pernah menarik biaya mekanis seperti itu. Biaya storage juga tidak
begitu seharusnya. Makanya, kami memproses kasus ini ke pihak berwajib. Ini sudah pemalsuan dokumen tagihan kepada pemilik barang,” tutur Iqbal.

Komisaris PT Malika Lintas Samudera (MLS) Vikky mengatakan biaya dalam tagihan (invoice) kepada PT Suzuki Indomobil Motor dalam kegiatan PLP breakbulk dari Terminal 3 sudah sepengetahuan PBM Tangguh Samudera Jaya (TSJ).

TSJ adalah perusahaan yang juga melayani bongkar muat MV Nagato di Pelabuhan Tanjung Priok pada pertengahan Agustus 2014. “Tarifnya dalam invoice yang kami sodorkan ke pemilik barang itu sudah sepengetahuan PBM,” ujarnya.

Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perdagangan dan Kepabeanan Kamar Dagang
dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Widijanto mengatakan Kadin DKI menerima keluhan soal biaya-biaya siluman relokasi kargo impor dari Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok.

“Semestinya semua tarif/invoice yang ditagihkan ke pemilik barang impor saat relokasi ditembuskan atau diketahui juga oleh Pelindo sehingga tidak terjadi penyelewengan biaya relokasi,” ujarnya, Rabu (17/9).

Dia mengatakan pebisnis pada prinsipnya tidak mempersoalkan siapa yang mengerjakan perpindahan barang/relokasi kargo impor dari Terminal 3 ke lapangan penimbunan sementara di Lini II Tanjung Priok sepanjang biayanya transparan dan sesuai dengan yang sudah ditetapkan Pelindo II.

Widijanto mengatakan terjadinya relokasi kargo impor dikarenakan keterbatasan sarana dan prasaran lapangan penumpukan di terminal itu untuk menampung arus barang impor jenis general cargo, bag cargo maupun curah.

Padahal, semestinya, katanya, Pelindo II Tanjung Priok menyiapkan kecukupan fasilitas lapangan sebagai buffer atau pendukung bongkar muat kargo impor tersebut supaya relokasi kargo yang biayanya dibebankan kepada pemilik barang impor tidak terjadi.

Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta Juswandi Kristanto mengatakan pihaknya sangat menyesalkan jika masih ada tarif kegiatan relokasi kargo impor dari Terminal 3 yang tidak sesuai dengan komponen dan biaya resmi Pelindo II.

“Jika itu [terbukti] dilakukan oleh PBM anggota APBMI pasti saya kenakan sanksi
administrasi organisasi,” ujarnya. ( Bisnis Indonesia)

Leave a reply