Pengusaha Pelayaran Minta Insentif Fiskal

JAKARTA – Pengusaha pelayaran dan galangan kapal menuntut pemerintahan baru mengeluarkan insentif fiscal untuk menyelamatkan perusahaan nasional dari persaingan internasional. Ketua Ikatan Perusahaan Kapal Nasional dan Bangunan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) Eddie K. Logam mengatakan industry galangan Indonesia sudah semakin terpuruk.

“Di indonesia pertumbuhan kapal sembilan tahun terakhir naik. Tapi jumlah kapal yang dibangun di dalam negeri masih di bawah 10%. Ini karena biaya pembuatan kapal di luar negeri lebih murah. Di Indonesia pembelian suku cadang (sparepart) kapal akan dikenakan PPN 10% dan bea cukai 12%. Kami sangat merindukan industri yang sehat dan bebas dari PPN dan cukai,” kata Eddie di Jakarta, Kamis (9/10).

Dia juga menyebut industry pelayaran bisa menyelamatkan devisa negara dari pembelian kapal. “Devisa yang tersedok ke luar negeri sangat membebani neraca
berjalan kita akibat impor kapal bekas. Selain itu ketahanan nasional Indonesia menjadi sangat rentan karena sangat tergantung kepada produsen kapal luar negeri,” ujarnya.

Padahal, menurut Eddie, perusahaan di dalam negeri sudah mampu memproduksi kapal yang berkualitas baik dan bersaing dengan produk asing. Namun, biaya produksi kapal baru sangat tinggi sehingga susah bersaing dengan kapal-kapal
di luar negeri, bahkan di Batam. Eddie mengatakan, pihaknya sudah meminta Badan Kebijakan Fiskal dan Kementerian Keuangan untuk menghapuskan pajak barang dan bea masuk, namun belum mendapat tanggapan.

“Kami akui diperlukan regulasi yang memadai untuk mendukung pertumbuhan industry kapal dalam negeri. Kami sudah meminta diberikan kemudahan dalam hal fiskal dan dukungan perbankan nasional.

Dengan dukungan pemerintah, penyediaan jasa perbaikan, pemeliharaan kapal, dan penyediaan jasa konversi kapal akan tumbuh cepat,” katanya.

Eddie mengatakan, tahun 2012–2017 diperkirakan Indonesia membutuhkan 780 kapal per tahun. Untuk itu pihaknya perlu tambahan galangan kapal di atas kapasitas 50.000 DWT.

“Hal yang perlu kita waspadai juga adalah kemampuan jasa rekayasa engineering dalam negeri masih sangat terbatas dan Industri komponen dalam negeri belum cukup tersedia. Padahal kapal-kapal tua juga menunggu untuk peremajaan,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Indonesia National Shipowner’ Association Carmelita Hartoto mengatakan pengusaha pelayaran Indonesia juga sudah bisa menyediakan kapal berukuran di atas 1500 TEUs untuk angkutan logistik.

Namun, masih ada dua masalah yang ditemui, yakni minimnya muatan barang dan rendahnya produktivitas pelabuhan. Carmelita mengatakan, pembangunan industri yang tidak merata menyebabkan ketidakseimbangan muatan barang di timur dan barat Indonesia. Kapal yang berlayar dari barat ke timur berisi barang. Namun, arah sebaliknya muatan akan sepi. Hal ini yang menyebabkan biaya angkut sangat mahal. (Investordaily)

Leave a reply