Pengerjaan Alur Digeser

PROYEK PELABUHAN CILAMAYA
JAKARTA—Kementerian Perhubungan mengusulkan pembangunan alur pelayaran
Pelabuhan Cilamaya digeser sekitar 3.000 meter ke arah barat dengan jarak bebas anjungan sejauh 5.000 meter.

Usulan itu merupakan tindak lanjut dari hasil kajian konsultan independen Mott McDonald dan DNV-GL serta Booz & Co sebagai Supervisor Consultant pada Juni 2014.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit mengatakan hasil kajian konsultan independen itu menunjukkan rencana alur pelayaran pembangunan Cilamaya sedikit bergeser dari lokasi semula yang dekat dengan pipa gas Pertamina.

Pergeseran dilakukan dengan harapan tidak akan mengganggu keberadaan pipa gas yang berada dekat dengan pelabuhan. Selain itu, imbuhnya, sepanjang alur pelabuhan di Cilamaya juga akan dipasang sinyal-sinyal sebagai penanda jalur pelayaran kapal sekaligus menentukan lokasi larangan melego jangkar di beberapa titik yang terdapat
pipa gas.

Dengan demikian, arus pelayaran kapal maupun lokasi lego jangkar kapal tidak akan mengganggu pipa gas yang terpasang. “Nanti juga ada pengawasan. Di mana-mana [pelabuhan-pelabuhan] juga ada pipa gas seperti di Tanjung Priok juga ada,” katanya,
Selasa (9/9).

Keberadaan Cilamaya, imbuhnya, sangat dibutuhkan sebagai infrastruktur pelabuhan yang mendukung pertumbuhan industri di Jawa Barat yang sedang bertumbuh. Salah satunya adalah industri di Cikarang yang 40% dari total distribusi barangnya dijalankan
melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

“[Cilamaya] tidak jauh bergeser karena untuk back up yang salah satunya bagi kegiatan industri di Cikarang.” Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan pembangunan pelabuhan Cilamaya didesain untuk menjadi bagian dari Tanjung Priok.

Menurutnya, Priok akan terus berkembang hingga tahap tertentu sambil pemerintah membangun Cilamaya. Pada sisi lain, imbuhnya, pembangunan Cilamaya juga menjadi bagian dari rencana untuk memfasilitasi industri dan perdagangan di Jabodetabek bagian timur yang saat ini terus bertumbuh.

CUKUP STRATEGIS
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan pembangunan
Cilamaya masih dapat berjalan kendati harus sedikit bergeser dari lokasi semula. Keberadaan Cilamaya, imbuhnya, juga cukup strategis untuk menutupi biaya transportasi di Tanjung Priok yang kian mahal.

Menurutnya, jika pemerintah membatalkan rencana pembangunan Cilamaya tentunya akan menimbulkan preseden buruk bagi kepastian iklim investasi nasional. Hal ini mengingat para investor membutuhkan kepastian dalam rencana jangka panjang pemerintah di bidang infrastruktur.

“Sebaiknya segera diputuskan untuk melanjutkan pembangunan pelabuhan Cilamaya dengan menggeser lokasi yang menjauhi lokasi [pipa gas] Pertamina.” Data Kementerian Perhubungan menunjukkan pengerjaan pembangunan Cilamaya diperkirakan memerlukan total biaya Rp34,5 triliun yang dibagi dalam dua tahap.

Pada tahap pertama, total biaya yang dibutuhkan Rp23,9 triliun. Pada tahap ini, fokus proyek terdiri dari pembangunan terminal peti kemas berkapastias 3,75 juta TEUs, car terminal berkapasitas 1,03 juta unit dengan kapal negara, dermaga untuk bahan bakar,
terminal ro-ro dan alur pelayaran berkedalaman -17 M Lws.

Lingkup pekerjaan tahan ini meliputi breakwater, outer seawall/revetment, pengerukan,
reklamasi, oil jetty, jalan akses dan jembatan, dermaga, lapangan penumpukan dan pengadaan peralatan bongkar muat serta fasilitas pendukung lain. Pada tahap kedua, total dana yang dibutuhkan Rp10,6 triliun.

Pada tahap ini, proses pembangunan itu meliputi lanjutan dari pembangunan terminal peti
kemas. Lingkup pekerjaan meliputi konstruksi jalan akses dan jembatan, reklamasi dan pengadaan peralatan bongkar muat serta fasilitas pendukung lain. (bisnis Indonesia) Muhamad Hilman

Leave a reply