Pemerintah dorong Penggunaan LNG Untuk Transportasi Laut

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong penggunaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) untuk transportasi laut. LNG bisa menjadi solusi setelah pelarangan kapal non perintis menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro menuturkan, pelarang tersebut membuat kapal-kapal besar harus menggunakan BBM nonsubsidi sebagai bahan bakarnya. Biaya bahan bakar jika harus menggunakan solar nonsubsidi ini mencapai setara dengan US$ 25 per juta british thermal unit (mmbtu). Sementara jika menggunakan LNG hanya US$ 12-13 per mmbtu.

“Kalau harganya bisa setengahnya, seharusnya industri perkapalan mau menggunakan gas,” kata dia dalam siaran resminya, Rabu (3/9).

Hanya saja, lanjut dia, banyak pihak yang keberatan jika harus menggunakan gas dengan harga setinggi itu. Kebanyakan pihak selalu berpatokan bahwa harga gas ada di kisaran US$ 4 per mmbtu, seperti harga gas pipa di darat. “Tetapi ini kan tidak bisa disamakan,” ujar dia.

Masalah harga ini lah yang masih menjadi kendala. Padahal, LNG jelas bisa menghemat biaya bahan bakar kapal hingga setengahnya. Apalagi dengan kondisi geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan, maka kebutuhan akan transportasi laut sangat besar. Selain itu, LNG cocok digunakan untuk kapal karena hanya membutuhkan ruangan yang kecil.

Secara teknis, Edy menjelaskan, LNG nantinya akan dicampur dengan solar agar bisa digunakan sebagai bahan bakar kapal. Untuk memudahkan pasokan LNG, ke depan bisa saja dapat dibangun terminal pengisian LNG skala kecil di tengah laut.

Namun, agar penggunaan LNG untuk transportasi laut dapat berjalan, Kementerian ESDM mengharapkan kerja sama dan dukungan dari instansi terkait lainnya. “Kami kan tidak bisa jalan sendiri. Kalau bahan bakarnya akan kami sediakan. Tapi terkait peralatan
dan lain-lain menjadi domain instansi lainnya,” tambah Edy.

Sebelumnya, PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Pelni (Persero) berencana melakukan kajian untuk penggunaan LNG sebagai bahan bakar kapal. Kerja sama tersebut membuka kemungkinan penggunaan LNG untuk armada kapal yang dimiliki Pelni.

Direktur Utama Pelni Syahril Japarin sempat menuturkan, kebutuhan BBM tersebut menyerap 65% biaya operasi perusahaan setiap tahunnya. Jika BBM bisa diganti dengan LNG, Pelni bisa menghemat biaya operasi. Penghematan tersebut bisa digunakan untuk membeli kapal serta meningkatkan sarana lainnya.

Peluang bisnis LNG untuk sektor transportasi laut ini cukup menggiurkan, baik di Pelni maupun pelayaran nasional. Sejak penerapan azas cabotage, total armada kapal nasional per 31 Maret 2013 meningkat 99,2% menjadi 12.047 unit, terdiri dari tongkang/ barge, tug boat, dan general cargo. Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) dan Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS) juga meningkat
setiap tahun. (ayu) investor daily

Leave a reply