Operator Keluhkan Minimnya Dukungan Pemerintah

JAKARTA—Indonesia National Shipowners Association (INSA) mengeluhkan kurang berkembangnya industri pelayaran Indonesia yang melayani rute-rute internasional akibat tidak ada dukungan dari pemerintah.

Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto mengatakan pemerintah seharusnya mendorong industry pelayaran nasional melalui kebijakan fiskal dan nonfiskal seperti di negara Asean lainnya.

“Sehingga industri pelayaran nasional dapat berkembang khususnya untuk melayani rute-rute internasional,” katanya, Kamis (23/10).

Dia mencontohkan untuk angkutan kontainer, perusahaan pelayaran nasional membutuhkan investasi yang sangat besar. Dengan demikian, industri pelayaran nasional memerlukan dukungan pemerintah.

Selain itu, penguatan industry pelayaran nasional harus lebih diutamakan agar pelabuhan-pelabuhan yang dibangun di Indonesia tidak hanya digunakan untuk
pelayaran internasional tetapi juga pelayaran nasional.

Adapun dari sisi kapasitas, kapal niaga nasional yang berkapasitas rerata hanya 19,2 GT masih lebih rendah dibandingkan Singapura yang rerata berkapasitas 32 GT. Namun, kapal niaga nasional lebih baik jika dibandingkan dengan negara seperti Malaysia, Thailand dan Filipina.

“Target kita dalam setengah atau satu dasawarsa ke depan, Indonesia harus bisa mengalahkan Singapura yang memiliki kapasitas kapal yang cukup besar,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong moda short sea shipping yang diproyeksikan mengurangi ketergantungan moda angkutan darat. Kapal yang digunakan sebaiknya yaitu jenis kapal roll on roll off (ro-ro) atau feri penyeberangan dan bukan jenis kapal kontainer, breakbulk, general cargo, LNG carrier atau tanker.

“Kami yakin [short sea shipping] dapat mengurangi biaya logistikyang saat ini masih tergolong tinggi,” ujarnya.

Direktur Lalu Lintas Laut Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Harry Budiarto Suwarto mengatakan short sea shipping juga dapat meminimalisasi pengaruh distribusi barang ketika ada masalah di angkutan darat.

“Jadi ada banyak pilihan moda untuk mengangkut barang, sehingga pengguna jasa tinggal memilih moda mana yang cocok dengan jenis barang yang diangkut,”
tuturnya.

Untuk mendorong short sea shipping berkembang, imbuh Harry, industri galangan kapal perlu diberi kemudahan, bukan saja kemudahan dari pembebasan pajak pertambahan nilai (PPn) tetapi juga kemudahan lainnya.

FREE TRADE ZONE

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan pemerintah baru perlu menerapkan free trade zone atau kawasan perdagangan bebas di Indonesia sebagai langkah menumbuhkembangkan
kinerja logistik nasional.

Zaldy mengakui pemerintah telah menerapkan free trade zone di Batam. Namun, keberadaan kawasan tersebut masih belum berjalan optimal karena pusat ekonomi nasional berada di Pulau Jawa. Selain itu, lokasi Batam yang berdekatan dengan Singapura menyebabkan penerapan free trade zone tersebut kalah bersaing.

“Ini sangat penting kalau kita mau bersaing di MEA [Masyarakat Ekonomi Asean]. Kalau kita enggak punya, Indonesia jadi penonton saja di supply chain global,”
katanya.

Wilayah free trade zone berbeda dengan kawasan berikat karena tidak ada keharusan untuk terlebih dahulu ada pembeli barang impor yang akan masuk. Sementara, kawasan berikat harus ada kejelasan pembeli sebelum barang impor
masuk.

Dengan demikian, bisa saja pembeli nantinya berasal dari Indonesia atau luar negeri dengan ketentuan perpajakan yang berbeda. Penerapan free trade zone di Singapura telah menjadi kan Negara itu sebagai pu sat lo gistik Asean.

Padahal, se ba nyak 60% logistic yang masuk di gunakan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Kebijakan ini menyebabkan Singapura mendapat keuntungan dari biaya logistik selama barang tersebut menunggu di free trade zone.

Demikian halnya dengan Malaysia, kata Zaldy, yang juga telah menerapakan free trade zone. Negeri Jiran itu telah menjadi pusat komoditas kapas, bahan kimia, plastik untuk Asean yang 70% produknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. Kini, Thailand pun mulai ikut mengambil peluang dengan menerapkan free trade zone. ( Bisnis Indonesia)

Leave a reply