Mafia Ikan Rugikan Negara Rp 100 Triliun Per Tahun

Pemerintahan Jokowi – JK didesak menlndak tegas kegiatan pencurian dan permalnan mafia lkan yang merugikan negara hingga Rp 100 triliun per tahun.

KEPALA Sekretariat Dewan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Asrul mengaku, pihaknya kewalahan mengawasi perairan Indonesia dengan alasan infrastruktur yang belum memadai.

“Kalau bicara pengawasan, infrastruktur kita masih belum memadai. Untuk pcngawasan ini kan terbatas,” ujar Asrul di Jakarta, kemarin.

Selain infrastruktur, kata dia, kesulitan yang dihadapi pemerintah adalah minimnya armada kapal. Kondisi tersebut ditambah terbatasnya sumber daya manusia yang ditugaskan untuk mengawasi praktik pencurian ikan.

“Orang-orang yang punya keahlian juga kurang. Karena itu, ada pendidikan khusus untuk pengawasan. Mereka dilatih kemudian dapat sertifikasi baru boleh mengawasi,” ucapnya.

Namun, klaim Asrul, pemerintah terus melakukan upaya agar bisa memperkecil kegiatan pencurian ikan di laut lndonesia.

“Kita sudah punya dirjen pengawasan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi kita
terbatas ,” ujarnya

Solusi lain dalam pengawasan ke depan adalah membentuk badan yang bisa lebih komperhensif dan akan merumuskan secara bersama-sama. Dengan demikian, badan tersebut tidak lagi berjlan sendiri-sendiri.

“Pengawasanlaut memang kompetensi mash kurang. Untuk wilayah pesisir itu ada pos pengawasan masyarakat. Kita bentuk itu. Gunanya untuk melaporkan. Posisi masyarakat di sini hanya melaporkan dan tidak dalam posisi harus menindak,” jelas Asrul.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) Riza Damanik mengungkapkan, aksi mafia laut atau mafia perikanan masih sangat kental di Indonesia.

Menurut dia, aktbat permainan Para mafia ikan, negara dirugikan Rp 100 triliun per tahun.

“Kita kehilangan Rp 100 triliun per tahun dari mafia perikanan saja. Kehilangan ikan, kehilangan pendapatan dari ikan. Kita juga kehilangan 10 juta penyerapan tenaga kerja,” beber Riza.

Riza mengatakan, ada empat modus yang paling sering digunakan para mafia tersebut. Pertama, masuknya kapal asing berbendera Indonesia yang diduga mendapat izin dari oknum. Kemudian, kapal ini mencuri hasil ikan Indonesia.

“Marak kapal berbendera Indonesia dapat izin dan BBM subsidi dari Indonesia. Tapi anak
buah kapalnya dari negara lain seperti Vietnam, Thailand, China dan lainnya,” ungkapnya.

Kedua, adanya manipulasi data dengan menurunkan beban kapal. Semakin kecil beban kapal, maka bisa menggunakan BBM subsidi. Selain itu, mafia laut tersebut juga memanipulasi hasil tangkapan.

Ketiga, lanjut Riza, mereka menggunakan unit pengolahan ikan siluman, abal abal. Sebenarnya dalam aturan kalau ada perusahaan perikanan asing atau Indonesia, harus buat unit pengolahan ikan sebagai hilirisasi.

“Tapi praktiknya setelah izin penangkapan diberikan, mereka tidak membangun dan langsung ekspor ikan,” katanya.

Modus keempat adalah kegian fish laundry yang dilakukan mafia tersebut. Hal ini terbukti dari produksi tangkapan tuna Indonesia per tahun mcncapai Rp 800 ribu ton. Namun, yang terdata dan terjual keluar negeri hanya 100 ribu ton saja per tahun.

“Mafia itu menjualnya dari Thailand, karena kalau tuna ekspor ke Eropa dari Indonesia dikenakan tarif tinggi. Dari tuna saja kita kehilangan Rp 21 triliun. Belum dari udang dan lainnya dengan estimasi semua Rp 100 triliun per tahun, “tandasnya. • DIT (Rakyat Merdeka)

Leave a reply