Konsorsium Asuransi Kemaritiman Perlu Dibentuk

JAKARTA – Rencana Presiden Joko Widodo untuk mengembangkan sektor maritim disambut baik oleh industri perasuransian. Untuk mitigasi risiko, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengusulkan adanya konsorsium asuransi Kemaritiman.

Ketua Umum AAUI Ahmad Fauzie Darwis menjelaskan, sektor kemaritiman identik dengan pengembangan nelayan dan infrastrukturnya, seperti kapal penangkap ikan. Bisnis ini sebelumnya kurang dilirik perbankan karena risikonya cukup tinggi. Sama seperti perbankan, perusahaan asuransi umum juga memandang bisnis tersebut riskan, karena biasanya nelayan hanya memiliki mesin kapal yang bisa dipindahtangankan. “Mesin kapal ini tidak bisa diasuransikan,” jelas dia di Jakarta, Selasa (9/12).

Melihat tingginya risiko di sektor kemaritiman, perusahaan asuransi menginginkan adanya pengembangan yang dilakukan secara nasional. Misalnya, dari sisi asuransi dengan membentuk konsorsium pengembangan sektor kemaritiman. Artinya, pemberian kredit yang dilakukan perbankan atau perusahaan pembiayaan akan diproteksi oleh konsorsium asuransi kemaritiman.

Kepala Riset, Informasi, dan Analisis AAUI Dadang Sukresna menjelaskan, pembentukan
konsorsium ini penting karena loss ratio pada sektor kemaritiman cukup tinggi. Dengan membentuk konsorsium, maka klaim yang ditanggung juga lebih ringan.

“Bentuk konsorsium bisa mencontoh konsorsium pasar yang sudah berjalan. Sebelumnya,
perusahaan asuransi umum juga enggan menyentuh sektor itu, namun karena sudah ada konsorsium dan inisiatif nasional maka bisa berjalan baik,” jelas Dadang.

Direktur Eksekutif AAUI Julian Noor menjelaskan, pemerintah memang harus membuat terobosan apabila ingin cepat memajukan sektor kemaritiman. Pasalnya, apabila sekadar menunggu perusahaan jasa keuangan, prosesnya akan lama. Bentuk terobosan ini bisa dilakukan dengan memberikan stimulus kepada nelayan, misalnya semacam kredit usaha rakyat (KUR).

“Pemerintahan Jokowi-JK saat ini kan memiliki dana subsidi BBM, ini bisa menjadi stimulus untuk mengembangkan nelayan. Kalau sekadar menunggu, maka akan lama prosesnya,” ujar dia.

Julian menjelaskan, pada tahun ini, proteksi yang dilakukan asuransi umum di sektor kemaritiman memang belum terlihat signifikan. Sementara untuk tahun depan, pengaruhnya akan sangat bergantung pada terobosan yang dilakukan pemerintah.

Menurut Julian, setidaknya ada tiga asuransi yang akan berkembang di sektor kemaritiman, yaitu rangka kapal atau marine hull, marine cargo atau pengangkutan laut, dan asuransi kredit. Per September 2014, premi yang diperoleh dari asuransi marine hull mencapai Rp 1,17 triliun, asuransi marine cargo sebesar Rp 2,22 triliun, dan asuransi kredit Rp 2,42 triliun.

Mengerem Anggaran

Dalam paparannya, Julian menyebutkan, hingga kuartal III-2014, industri asuransi umum membukukan perolehan premi bruto Rp 38,97 triliun atau tumbuh 14,8% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan premi itu melambat dibanding kuartal II dan kuartal I yang masing-masing tumbuh 20% dan 18,9%.

Menurut Julian, pelambatan itu paling banyak dipengaruhi oleh adanya transisi pemerintahan yang mengerem realisasi penyerapan anggaran pemerintah. “Berbagai kementerian dan lembaga dalam menggunakan anggaran banyak yang melakukan penundaan karena menunggu kebijakan pemerintahan baru,” kata Julian.

Sektor yang paling banyak menopang penghimpunan premi hingga kuartal III-2014 tersebut adalah lini usaha asuransi harta benda dengan premi bruto Rp 10,53 triliun dan kendaraan bermotor sebesar Rp 11,82 triliun.

Menurut data AAUI, lini usaha asuransi aviasi dan kecelakaan termasuk lini yang mengalami penurunan pendapatan premi. Sektor aviasi yang kini digabung dengan asuransi satelit mencatatkan penurunan premi bruto menjadi Rp 515,1 miliar dibanding periode sama 2013 yang sebesar Rp 610,5 miliar. Sedangkan, premi asuransi kecelakaan
turun menjadi Rp 1,13 triliun dari Rp 1,7 triliun dari periode yang sama 2013.

Ia mengatakan penurunan drastis premi kecelakaan karena usainya momentum pemilihan legislatif dan pemilihan presidenwakil presiden 2014. “Naiknya saat pemilu saja, dan setelah usai, akhirnya preminya turun,” kata dia seperti dikutip Antara.

Sementara itu, klaim bruto asuransi umum pada kuartal III-2014 sebesar Rp 16,42 triliun, tumbuh lebih tinggi dibanding kuartal III-2013, yakni mencapai 18,6%. Klaim yang tinggi tercatat pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor sebesar Rp 5,4 triliun atau tumbuh 16,4% dibanding periode sama 2013. Kemudian, lini usaha asuransi harta benda mencatatkan peningkatan klaim yang tinggi sebesar Rp 4,04 triliun atau tumbuh 20,6%.

Ketua AAUI Ahmad Fauzi Darwis optimistis, pertumbuhan klaim yang tinggi tersebut tidak akan menekan laba industri secara signifikan. Jika pendapatan operasional tertekan, Fauzi mengatakan, pendapatan industri masih tertolong dari pendapatan investasi. “Jadi kalo klaim naik, pendapatan operasional memang turun, tapi ‘kan bunga bank naik juga. Artinya pendapatan nonoperasional kami naik,” kata dia.

AAUI optimistis, hingga akhir tahun ini premi bruto industri asuransi umum akan tumbuh hingga 19% menjadi sekitar Rp46 triliun, salah satunya karena sudah menggeliatnya kembali belanja pemerintah. (Investor Daily)

Leave a reply