KKP Minta Kaji Ulang Pembatasan

JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Kelautan dan Perikanan menilai, distribusi dan pasokan bahan bakar nelayan hingga Juni ini masih tidak menentu. Kebijakan pengurangan alokasi BBM nelayan dikhawatirkan akan menghambat usaha penangkapan ikan oleh nelayan mengingat bahan bakar solar merupakan sarana utama berproduksi.

Direktur Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zaini, Minggu (17/ 8), di Jakarta, mengemukakan, pantauan terhadap pasokan BBM nelayan di sejumlah wilayah pantura memperlihatkan bahwa pasokan BBM untuk nelayan belum terdistribusi merata dan sesuai kebutuhan.

Hal itu menyikapi kebijakan pemerintah mengurangi BBM bersubsidi untuk nelayan sebanyak 20 persen hingga akhir tahun 2014 dari 900.000 kiloliter menjadi 720.000 kiloliter.

Selama ini BBM bersubsidi dialokasikan untuk seluruh kapal nelayan Indonesia Jumlah kapal ikan berbobot 1-30 gros ton (GT) tercatat 350.000 unit, sedangkan kapal di atas 30 GT sebanyak 4.600 unit. Adapun kuota BBM bersubsidi untuk kapal berbobot 30-60 GT maksimum 25 kiloliter perbulan.

“SPBN kerap kehabisan solar sehingga nelayan terpaksa menunda melaut BBM nelayan yang tersendat akan mengurangi hari melaut dan menghambat produksi ikan,” katanya.

Di sentra nelayan di Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pasokan BBM nelayan untuk bulan Agustus sudah habis. Jatah BBM bersubsidi di SPBU itu sebanyak 38 tangki yangg berkapasitas masing-masing 16.000 liter. Hingga pertengahan Agustus 2014, stok solar di SPBN sudah habis. Nelayan harus menunggu hingga September untuk bisa kembali mendapat pasokan solar. Di Karangsong tercatat ada 342 kapal nelayan berbobot 1-30 GT dan 60 kapal berbobot di atas 60 GT.

Di Dadap, Kabupaten lndramayu, kebutuhan riil BBM bersubsidi 32 tamgki berkapasitas 16.000 tiler, Tetapi umumnya hanya terpenuhi 26 tangki. Nelayan kecil yang tidak kebagian BBM terpaksa membeli eceran dengan harga lebih mahal.

Menurut Zaini, distribusi BBM yang tidak merata dan sesuai kebutuhan akan semakin merugikan nelayan jika pemerintah mengurangi pasokan BBM untuk nelayan.

Berkurangnya waktu melaut tidak bisa disikapi dengan kenaikan harga ikan di tingkat nelayan karena nelayan umumnya tidak memiliki posisi tawar daIam menjual hasil tangkapannya.

Kenaikan harga ikan yang berlangsung di pasar umumnya hanya menguntungkan para pedagang. (LKT)

Leave a reply