Kepastian Hukum Ditunggu

JAKARTA—Perusahaan bongkar muat mendesak Kementerian Perhubungan segera menerbitkan hasil revisi beleid tentang usaha bongkar muat guna memberikan kepastian hukum di seluruh usaha pelabuhan di Indonesia.

Beleid baru yang didesak untuk segera diumumkan itu adalah hasil revisi dari Peraturan Menteri Perhubungan No. 14/2002 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.

Ketua Umum DPP Asosiasi Per usahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sodik Harjono mengatakan Permenhub No.14/2002 itu sudah usang dan harus direvisi agar lebih sesuai dengan karakteristik perkembangan bisnis bongkar muat. Revisi ini juga dimaksudkan supaya pebisnis tidak terus tersingkirkan oleh dominasi Pelindo di pelabuhan.

Dia memastikan draf revisi Permenhub tersebut sudah tuntas dan sebelumnya telah beberapa kali dibahas dengan APBMI. “Kami berharap Menhub [E.E. Mangindaan] bisa segera menerbitkan revisi aturan itu untuk kepastian dunia usaha bongkar muat di pelabuhan,” ujar Sodik saat audiensi dengan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R Mamahit, Senin (25/8).

Dia mengatakan APBMI sangat mengharapkan draft revisi Permenhub No. 14/2002 bisa segera ditandatangani dan diterbitkan Kemenhub sebab sangat dinantikan sebagai kepastian operasional perusahaan bongkar muat.

Salah satu poin krusial dalam revisi itu, katanya, adalah penegasan soal pekerjaan bongkar muat barang/peti kemas dari dan ke kapal di pelabuhan dilakukan oleh perusahaan bongkar muat(PBM) yang mengantongi izin usaha untuk itu.

Selain itu, kata Sodik, izin PBM di pelabuhan mesti melalui rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan (OP) setempat melalui konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus APBMI di setiap pelabuhan sebelum izin PBM di terbitkan oleh pemerintah ataupun instansi berwenang.

JANGAN KHAWATIR
Menurutnya, dengan revisi beleid itu, eksistensi PT Pelindo I sampai IV yang juga mengantongi izin badan usaha pelabuhan (BUP) tidak perlu khawatir. “Jika ingin mengerjakan aktivitas bongkar muat di pelabuhan, mereka mesti memperoleh rekomendasi OP dan memegang izin [dari] PBM,” katanya.

Sodik mengatakan beleid yang lama sudah mengatur bahwa kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal adalah kegiatan yang meliputi stevedoring, cargo -doring, dan receiving/delivery di pelabuhan.
Dalam peraturan sebelumnya itu, tuturnya, disebutkan bahwa kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal dilakukan oleh PBM maupun perusahaan angkutan laut nasional (PALN).

PBM yang dimaksud bertugas melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, baik untuk kapal nasional maupun kapal asing yang diageni oleh perusahaan angkutan laut nasional. “Kami mempertanyakan hasil revisi peraturan itu karena prosesnya sudah setahun lebih di Kemenhub,” ujar Sodik

Ketua DPW APBMI Jawa Tengah Ro mulu Simangunsong mengatakan revisi Permenhub No. 14/2002 diharapkan bisa mendorong kembali bertumbuhnya usaha bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan daerah lainnya di Indonesia, seiring dengan gencarnya ekspansi Pelindo menggarap kegiatan sejenis.

“Jadi, kalau Pelindo misalnya ingin mengerjakan bongkar muat di pelabuhan mesti mengantongi izin PBM dan Otoritas Pelabuhan se tempat terlebih dahulu yang akan mengawasinya,” ujarnya.

Bobby R. Mamahit mengonfirmasi instansinya sudah memfinalisasi revisi Permenhub No. 14/2002 tersebut sebagai upaya pemerintah memberikan kepastian hukum bagi usaha swasta. “Ya, memang sudah kami finalisasi. Kemenhub merespons aspirasi para PBM itu sehingga kami secara terbuka menerima aspirasi APBMI,” ujarnya.(Bisnis Indonesia)

Leave a reply