Kekosongan Hukum Segera Diatasi

JAKARTA—Kementerian Perhubungan segera merevisi beleid yang mengatur pembatasan waktu penggunaan kapal berbendera asing pada sektor lepas pantai untuk mengatasi kekosongan hukum lantaran peraturan yang lama hampir kedaluwarsa.

Aturan yang akan direvisi itu adalah Peraturan Menteri Perhubungan No. 10/2014 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan atau Barang dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri.

Dalam aturan yang ada saat ini, Kemenhub membatasi penggunaan kapal berbendera asing untuk offshore jenis derrick/crane, pipe/cable/subsea umbilical riser flexible (SURF) laying barge/vessel hingga Desember 2014. Adapun, untuk jenis kapal keruk berukuran lebih dari 5.000 meter kubik berbatas waktu hingga Desember 2014.

Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit mengatakan pembahasan revisi beleid itu akan di lakukan pekan ini hingga dua pekan ke depan dan diharapkan akan keluar sebelum akhir Desember 2014.

Menurutnya, sebelum melakukan merevisi beleid itu, pihaknya akan meminta pendapat dari para pelaku usaha pelayaran yang tergabung dalam Indonesia National Shipowners’ Association (INSA) terlebih dahulu terkait dengan kemampuan kepemilikan kapal jenis offshore berkebutuhan khusus.

“Kami akan meminta pendapat INSA, tetapi harus melihat arahan Pak Menteri [Menhub
Ignasius Jonan] juga,” katanya kepada Bisnis, Minggu (9/11).

Pada revisi itu, Kemenhub juga akan melihat prospek kegiatan konstruksi lepas pantai jangka panjang dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dan membandingkannya dengan ketersediaan kapal offshore berkebutuhan khusus yang telah berbendera Indonesia.

Dengan mempertimbangkan kedua komponen itu, revisi beleid diharapkan tidak akan menggangu eksplorasi minyak lepas pantai yang berpengaruh pada perekonomian nasional.

CUKUP SULIT

Dia menuturkan kapal offshore berkebutuhan khusus cukup sulit dimiliki pihak swasta karena sifatnya yang tidak umum dan padat modal, sedangkan kontrak kerja relatif singkat.

Dia mencontohkan jenis kapal mobile offshore drilling unit yang hanya dimiliki beberapa negara, sehingga penggunaannya di gunakan berpindah dari satu perairan suatu negara ke negara lain nya. “Kami harap INSA dan SKK Migas mengiinformasikan antara kebutuhan [aktivitas lepas pantai] dan ketersediaan kapal.”

Sebelumnya, INSA meminta BUMN yang bergerak di bidang industri pelayaran dan minyak dan gas agar mengembangkan usaha kepelayaran offshore berkebutuhan khusus untuk menyempurnakan asas Cabotage.

Ketua DPP Bidang Angkutan Lepas Pantai INSA Nova Y. Mugijanto mengatakan pengikutsertaan BUMN sektor pelayaran dan migas bisa mengarah pada pemenuhan kapal offshore berkebutuhan khsusus antara lain seperti kapal pengerukan dan survey seismik yang memiliki teknologi tinggi dan padat modal.

Pengikutseraan BUMN untuk memproduksi jenis kapal tersebut, selain sebagai penyempurna dari penerapan asas Cabotage yang telah diamanatkan dalam Inpres No.5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional itu juga sekaligus menunjang kegiatan lepas pantai di perairan nasional. (Bisnis Indonesia)

Leave a reply