Kapal Ilegal Segera Ditindak
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan akan menindak nelayan dan kapal asing yang melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia. TNI menyatakan siap untuk melakukan pengamanan di laut. Sementara itu, langkah tegas pemerintah selama ini mulai direspons beberapa negara.
Beberapa waktu lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bersepakat dengan enam negara tetangga untuk mengelola perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Pencurian ikan di Indonesia selama ini cukup marak dan sebagian diduga dilakukan nelayan negara tetangga.
”Tentu kita tidak sembarangan lakukan tindakan. Misalnya, dengan Malaysia, kita sudah ada perjanjian untuk mengusir kapal Malaysia atau kapal kita jika melanggar wilayah perbatasan,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Kompas, Selasa (25/11), di Jakarta.
Menurut Kalla, terhadap kapal–kapal yang tanpa izin masuk ke wilayah Indonesia untuk mencuri ikan, tindakan-tindakan tersebut dilakukan setelah proses hukum dilakukan terhadap para awaknya.
Beberapa negara mulai merespons kebijakan perikanan dan kelautan sejak Indonesia menyatakan akan mengamankan perairannya dari tindak penangkapan ikan secara ilegal. Setidaknya dua negara, yaitu Malaysia dan Taiwan, tengah mengkaji kebijakan Indonesia.
Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman, seperti dikutip kantor berita Bernama, sudah menelepon Menteri Luar Negeri Indonesia untuk menanyakan identitas dan lokasi sekitar 200 nelayan yang ditangkap. Kabar soal penangkapan nelayan ini diberitakan sejumlah media Malaysia.
Sementara itu, Wakil Direktur Jenderal Badan Perikanan Taiwan Tsay Tzu-yaw, seperti dikutip The China Post, mengatakan, Pemerintah Taiwan akan berdiskusi dengan Indonesia terkait dengan pelarangan kapal berukuran 40-60 ton. Ia sudah berancang-ancang, apabila kapal–kapal tuna Taiwan tak boleh beroperasi, ia akan menyarankan para nelayan agar mencari ikan di tempat lain.
Sisi kemanusiaan
Meski demikian, Kalla mengatakan, pemerintah tidak akan mengabaikan sisi kemanusiaan di balik tindakan hukum yang akan dilakukan. ”Tidaklah, kita, misalnya, menenggelamkan atau membakar kalau ada orangnya. Kita pasti akan taat hukum dan hak asasi manusia,” ujar Kalla.
Senin malam, seusai melakukan rapat keamanan laut, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, penegakan hukum yang dilakukan harus terkoordinasi dan terintegrasi agar efektif. Setelah proses hukum, kapal–kapal asing itu tentu akan ditenggelamkan.
”Sebenarnya penenggelaman itu pernah dilakukan, tetapi tidak terekspos media,” ujarnya seusai rapat di Kantor Presiden.
Menurut Moeldoko, untuk operasional di tengah lautan di seluruh Indonesia, TNI Angkatan Laut siap menggerakkan 159 kapal dengan kebutuhan 350.000 kiloliter bahan bakar minyak (BBM) per bulan.
Kendala BBM
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya mengatakan, kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia tanpa izin akan dikejar oleh Gugus Keamanan Laut (Guskamla) yang saat ini dimiliki Komando Armada Barat dan Komando Armada Timur TNI AL.
Operasi pengamanan ini digarisbawahi Fuad Basya bukan operasi pertempuran yang merupakan domain Gugus Tempur Laut (Guspurla) yang juga ada di bawah Armada Barat dan Timur.
Kapal–kapal milik TNI AL berpatroli di seluruh wilayah Indonesia. Kalau menemukan kapal yang mencurigakan, mereka segera mengejar dan menggiring ke pelabuhan terdekat. Kalau tidak mau, KRI, yaitu kapal perang TNI AL, segera merapat dan mengambil alih kendali.
Kalau kemudian kapal asing tersebut melawan dan ternyata memiliki senjata yang diarahkan kepada kapal TNI AL, serta-merta akan terjadi pertempuran dengan berbagai konsekuensi. ”Asalkan mereka yang tembak duluan, berarti mereka bersenjata,” kata Fuad Basya.
Ia mengatakan, kalau kapal asing itu dapat digiring TNI ke pelabuhan terdekat, prosedur selanjutnya adalah penyidikan oleh aparat TNI AL. Setelah itu, persidangan dilakukan di pengadilan sipil. Sesuai undang-undang, kapal asing itu bisa saja disita atau prosedur yang lain.
”Kapal asing tak bisa langsung ditenggelamkan di tengah laut. Ada prosedurnya. Langkah-langkahnya adalah membawa mereka untuk diproses hukum. Akan tetapi, kalau mereka agresif kekerasan, bisa terjadi pertempuran di laut,” katanya.
Yang penting, menurut Fuad Basya, adalah sinergisitas data. Ia mengatakan, saat ini ketika berlayar dan menemukan kapal asing yang mencurigakan lewat radar atau sumber informasi lain, KRI yang berpatroli segera bertanya kepada instansi yang terkait tentang kapal ini. Instansi itu bisa saja Bea Cukai atau pelabuhan terdekat.
Kendala yang dihadapi, menurut Fuad Basya, terkait dengan BBM yang memengaruhi waktu operasi. Selama ini, TNI banyak belum membayar BBM dari Pertamina. Ia juga mengatakan bahwa dua Guskamla itu belum optimal untuk seluruh perairan Nusantara, demikian juga jumlah kapal patroli.
Kasus Berau
Sementara itu, jumlah orang berkewarganegaraan tidak jelas atau ”manusia perahu” yang diamankan dari perairan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, bertambah, sekarang mencapai 544 orang.
Pesuruh Jaya Polis Sabah Polis Diraja Malaysia, Datuk Jalaluddin Abdul Rahman, dalam jumpa pers di sela-sela rapat koordinasi rutin dengan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur mengatakan, kepolisian Malaysia menyatakan kerepotan mengurusi manusia perahu di negaranya sendiri.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi ketika dihubungi mengatakan, pihaknya telah mengirim tim untuk memverifikasi status kewarganegaraan mereka.
”Kami berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan juga Bupati Berau. Tim dari Kementerian Luar Negeri saat ini sudah berada di sana. Kami akan memastikan status kewarganegaraan dan izin tinggal para nelayan itu,” ujarnya. (Kompas)
Leave a reply
Leave a reply