Jatah Nelayan Akan Dialihkan

JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana mengalihkan jatah bahan bakar minyak bersubsidi yang selama ini diterima nelayan untuk kebutuhan lainnya pascapenaikan harga BBM yang segera diberlakukan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan selama ini pelaksanaan subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran karena dinikmati oleh pihak yang seharusnya bukan menjadi target, sehingga seluruh pihak, termasuk nelayan diharapkan dapat mendukung kebijakan itu.

“Saya akan meminta sistem diubah, kita alihkan subsidi. Kita minta uang yang tidak dipakai untuk dibuka ke yang lain. Kita bisa list apa saja yang dibutuhkan nelayan, jadi mereka bisa menikmati dalam bentuk itu,” kata Susi dalam acara Silahturahmi Bersama Kadin Indonesia, Kamis (30/10).

Menurut Susi, yang dibutuhkan nelayan adalah ketersediaan BBM setiap saat sehingga penaikan harga dinilai perlu, namun pemerintah harus menjamin pasokan BBM selalu tersedia untuk nelayan.

“Kita menghadapi masalah yang penting. Buat mereka [nelayan] yang penting solarnya ada, harga BBM naik tidak apa-apa. Kita harus setop karena subsidi tidak membantu yang berhak,” katanya.

Ketua Umum Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulistyo mengatakan penyataan Susi sejalan dengan sikap aosiasi itu dalam tiga tahun terakhir yang mendesak penaikan harga BBM karena telah menimbulkan distorsi pada perekonomian dalam negeri.

“Ini harus disetop karena yang menikmati itu bukan yang membutuhkan. Untuk nelayan, saya kira perlu pembinaan pada awalnya,” katanya.

Tahun ini, jatah BBM bersubsidi untuk nelayan melebihi canangan awal 1,8 juta kiloliter (kl). Data Pertamina menyebutkan total penyerapan BBM bersubsidi sampai dengan Juli 2014 mencapai 1,2 juta kl dan masih tersisa 702.540 kl sampai akhir tahun ini.

Adapun jumlah kapal yang menerima BBM bersubsidi adalah kapal nelayan berukuran di bawah 30 gross tonnage (GT) dan kapal ne layan berukuran di atas 30 GT, namun tidak melebihi ukuran kapal 100 GT.

Berdasarkan data Ditjen Perikanan Tangkap KKP, selama ini BBM bersubsidi dinikmati oleh kapal di bawah 30 GT yang mencapai 391.000 unit dan 3.347 kapal di atas 30 GT, namun tidak melebihi 100 GT.

MINTA PROTEKSI

Sementara itu, Ketua Bidang Energi Sarana dan Prasarana Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru keberatan jika pemerintah tidak memberikan proteksi kepada nelayan terkait penaikan harga BBM.

Menurutnya, 20 juta nelayan dari total 37 juta nelayan saat ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Dia mengatakan hal tersebut akan semakin memberatkan nelayan.

“Saya tidak masalah jika harga BBM naik, tapi harus ada solusi tersendiri untuk nelayan. Harus ada proteksi, kalau mereka tidak dilindungi semua bisa terkapar,” Katanya.

Padahal, Siswaryudi melanjutkan, buruknya distribusi saat ini membuat nelayan di lapangan menebus harga BBM bukan dengan harga resmi subsidi Rp5.500 per liter, melainkan mencapai hingga Rp8.000—Rp9.000 per liter.

“Kalau dinaikkan jadi Rp9.000, petani di lapangan bisa jadi menebus Rp12.000. Ini kan harus ada perlindungan, mereka akan merugi terus,” katanya.

Siswaryudi mengatakan pengalihan subsidi dalam bentuk kebutuhan lainnya tidak akan banyak membantu petani, soalnya biaya BBM menyumbang 60% dari biaya produksi nelayan untuk berlayar.

“Dana subsidi itu apa mau dialihkan ke infrastruktur? Nelayan kan tidak pakai jalan tol. Kalau bisa, harga dinaikkan saja dulu di darat, jangan dulu di tingkat nelayan,” katanya.

Menurutnya, pengawasan menjadi kunci agar BBM bersubsidi bisa diterima nelayan dengan tepat.

“Harus ada solusinya untuk nelayan. Harus dicari cara bagaimana fungsi kontrol yang tepat untuk mengawasi bbm bersubsidi dengan transparan. Lalu bantuanbantuan langsung serahkan ke dinas setempat supaya tepat sasaran,” katanya. (Bisnis Indonesia)

Leave a reply