Iperindo: Kemenperin Belum Berpihak

JAKARTA—Pelaku usaha galangan kapal mendesak Kementerian Perindustrian mengubah sikap agar lebih memihak industri galangan nasional guna menyelematkan devisa US$1 miliar per tahun yang menguap ke luar negeri akibat impor.

Asumsi angka itu berasal dari pembelian 1.000 unit kapal per tahun di luar negeri yang disebabkan kurang kompetitifnya industri galangan lokal dibandingkan dengan industri serupa di luar negeri.

Eddy K.Logam, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), mengharapkan Kemenperin dapat memandang industri galangan nasional sebagai sektor strategis yang padat modal, padat karya dan padat teknologi.

Dengan demikian, posisi Kemenperin sebagai motor penggerak industri manufaktur nasional harus berperan maksimal terhadap industri galangan, bukan malah membiarkan impor secara membabi buta sehingga rentan merusak ketahanan industri galangan.

Terlebih, ucap Eddy, stimulus agar industri galangan nasional berkembang juga bertujuan menyukseskan visi misi Presiden Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Cita-cita itu membutuhkan prasyarat bahwa negeri ini harus segera
memiliki industri galangan kapal yang berdaya saing global.

Menurutnya, langkah utama Kemenperin untuk menstimulasi sektor galangan nasional dapat berupa bantuan pengajuan penghapusan perpajakan ke Kementerian Keuangan yang selama ini memberatkan industri galangan.

Sejauh ini, industri galangan kapal masih terhambat dari sisi fiskal karena terbebani PPN impor komponen 10% dan cukai 12%. Kondisi demikian membuat situasi galangan nasional tidak kompetitif dibandingkan dengan industri yang sama dari luar negeri.

Akhirnya, pengusaha pelayaran lebih memilih membeli atau membangun kapal di luar negeri.

Dalam catatan Iperindo, sejak diterbitkannya Inpres No. 5/2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional telah mendorong pertumbuhan kapal nasional meroket 132,80% atau mencapai 14.064 unit armada dari sebelumnya 6,041 unit. Sayangnya, dari jumlah tersebut tidak lebih dari 10% kapal yang dibangun di galangan dalam negeri.

“Devisa yang menguap dari pembelian kapal di luar negeri bisa US$1 miliar per tahun. Nilainya jauh lebih besar daripada penghapusan pajak,” katanya, Rabu (5/11).

Selain menuntut penghapusan PPN impor komponen 10% dan cukai 12%, para pelaku usaha galangan juga meminta adanya penghapusan pajak final sebesar 1%-1,5% dari setiap pembangunan kapal.

AKAN TUMBUH

Dengan diputusnya rantai beban fiskal itu, kalangan pengusaha optimistis akan terjadi pertumbuhan industri galangan yang signifikan dan tersebar merata di seluruh Indonesia.

“Ketika industri galangan mulai tumbuh, maka akan memicu pertumbuhan industri komponen. Dalam 10 tahun pertumbuhan bisa sangat besar.”

Bambang Harjo, Anggota Komisi VI DPR, mengatakan pihaknya akan mendesak pemerintah untuk mengimplementasikan gagasan tol laut yang dimulai dengan menumbuhkan industri galangan kapal nasional.

Menurutnya, penghapusan pajak tidak akan memberatkan ataupun berdampak apapun terhadap negara karena kontribusinya jauh lebih kecil jika dibandingkan efek berantai dari pertumbuhan industri galangan bagi perekonomian nasional.

Analoginya, bermula dari industri galangan kapal yang mampu memproduksi kapal dengan baik dan cepat nantinya akan menjadi pemasok alat transportasi laut yang berdampak pada kelancaran pendistribusian barang.

Dia mencatat pendistribusian barang melalui angkutan laut mencapai 1,2 miliar ton per tahun atau 95% dari total angkutan di dalam negeri.

“Komisi VI akan mendorong eksekutif agar penghapusan perpajakan ini bisa direalisasikan. Mengingat kecil nilainya [pemasukan negara yang hilang] dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang dihasilkan dari industri galangan,” katanya.
(Bisnis Indonesia)

Leave a reply