Implementasi Beriringan dengan Rekayasa Logistik

JAKARTA—Konsep tol laut perlu berjalan beriringan dengan rekayasa logistik yang radikal sehingga tujuan menurunkan biaya logistik dan memperkecil disparitas harga antar daerah tercapai.

Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan jika tol laut yang dimaksud adalah pendulum nusantara, rencana menurunkan biaya logistik tidak relevan. Alih-alih akan menurunkan biaya logistik, konsep pendulum
nusatara justru akan membuat biaya logistik melonjak di atas 26% terhadap total PDB.

Kondisi itu dipicu oleh biaya inventori yang meningkat bila konsep pendulum nusantara menjadi acuan. Begitu juga dengan biaya pengiriman karena penggunaan kapal yang lebih besar tanpa adanya muatan balik dari luar Jawa.

Selain itu, konsep tersebut juga akan memicu kenaikan biaya pelabuhan karena operator pelabuhan akan membutuhkan investasi yang lebih besar.

Di sisi lain, pasokan dan permintaan antara Jawa dan luar Jawa, Barat dan Timur sangat tidak berimbang. “Masalah logistik nasional tidak bisa dilihat dari kacamata infrastruktur atau pelabuhan semata,” ujarnya, Kamis (28/8).

Menurutnya, penerapan tol laut yang diharapkan dapat menekan biaya logistik dan memperkecil disparitas harga antar daerah memerlukan waktu panjang dan harus disertai dengan rekayasa logistik yang radikal.

Rekayasa radikal yang dimaksud itu antara lain, penumbuhan industry di wilayah timur untuk jangka panjang. Adapun, untuk jangka pendek, memindahkan pelabuhan internasional ke pinggir Indonesia sehingga ada muatan balik kapal.

Dengan demikian, konsep tol laut dapat berjalan dan biaya pelayaran domestik turun 40%. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mengimbau
agar para pemangku kepentingan segera menyatukan persepsi terbaik tentang wacana tol laut ataupun pendulum nusantara demi melancarkan tujuan menekan biaya logistik Indonesia.

M. Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, mengatakan wacana tol laut yang diusung oleh beberapa pihak sarat kepentingan. “Sebagai pengusaha, kami pragmatis wacana mana yang realistis,” tuturnya, Rabu (27/8).

Pengamat industri maritim dari The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi pesimistis dengan konsep tol laut. Menurutnya, kapal tol laut yang akan menggunakan kapal di atas 5.000 TEUs dibutuhkan subsidi karena kekurangan muatan. (Bisnis Indonesia)

Leave a reply