Kabinet Jokowi Dinilai Tidak Pro Kedaulatan Pangan
Janji Presiden Jokowi membawa Indonesia menuju kelaulatan pangan ditagih rakyat. Aktivis kecewa terhadap kabinet yang disusun Jokowi, khususnya pos Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diisi pengusaha. Mereka khawatir kedua menteri tersebut lebih pro pada korporasi dibanding petani dan nelayan.
DIREKTUR Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M Riza Damanik, menegaskan, kedaulatan pangan hanya bisa dicapai bila pemerintah memiliki keberpihakan pada petani dan nelayan skala kecil yang jumlahnya sangat banyak di pelosok Indonesia.
“Menyikapi komposisi kabinet kerja Jokowi-JK ini, kami dari Aliansi untuk Kedaulatan Pangan menilai nama-nama menteri yang muncul ini di luar ekspektasi publik,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Dia mengaku kecewa karena Mentan dan Menteri KKP berlatar belakang pengusaha yang bergerak di sektor pangan. Seperti diketahui, Mentan diisi Andi Amran Sulaeman dan Mentari KKP diisi Susi Pudjiastuti.
“Mereka ini tidak punya rekam jejak yang jelas,” ujarnya.
Menurut Riza, Jokowi-JK dalam visi misinya menyatakan akan mendorong terwujudnya kedaulatan pangan.
“Kedaulatan pangan itu diawali dari pembangunan pedesaan dan pemulihan hak petani dan nelayan. Pasar-pasar tradisional baru didorong untuk tumbuh berkembang. Perlindungan terhadap petani dan nelayan harus maksimal dan benar. Indonesia jangan sampai jadi bulan-bulanan rezim perdagangan bebas,” warning Riza.
Tidak dibentuknya Kementerian Kedaulatan Pangan, kata Riza, menunjukkan kerdilnya prioritas politik Jokowi-JK untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
“lni satu situasi yang sangat disayangkan. Bukannya mendorong diversifikasi pangan dari sektor pertanian dan perikanan, yang terjadi malah korporatisasi pangan yang mencederai semangat kedaulatan pangan itu sendiri,” tekannya.
Dia menyatakan, akan memberikan catatan merah kepada pemerintahan Jokowi-JK jika dalam tiga bulan ke depan tak ada progress yang signifikan dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
“Kami berharap pemerintah sungguh-sunguh ingin mencapai kedaulatan pangan,” imbuhnya. Manager Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah mengatakan cita-cita besar Jokowi menuju Indonesia berdaulat pangan tampak berubah setelah Kementerian Kedaulatan Pangan tidak jadi dibentuk.
“Padahal kami menaruh harapan besar agar Jokowi betul-betul memprioritaskan sektor pangan. Tapi setelah pengumuman kabinet kemarin, kami jadi berpikir ulang apakah janji Jokowi soal kedaulatan pangan itu tulus atau tidak,” ujarnya.
Said menekankan, kedaulatan pangan berfokus pada petani, bukan pada soal produksi pangan. “Kedaulatan pangan bisa dicapai bila petani ditempatkan sebagai subjek pembangunan, bukan objek. Tapi kalau menterinya seperti yang sekarang ini sama saja dengan 10 tahun Ialu,” kata Said.
Dia mengingatkan kembali, ketika Presiden SBY baru dilantik pada 2004, kedaulatan pangan juga menjadi isu utama. “Tapi dalam 10 tahun terakhir nilai kesejahteraan petani hanya naik 0,07,” bebernya.
Dia menerangkan, jika ingin mencapai kedaulatan pangan, Indonesia harus menyelesaikan masalah sumber daya manusia petani yang tidak sejahtera dan rusaknya ekosistem lingkungan.
“Kalau tidak memperhatikan petani dan lingkungan, maka pembangunan itu akan sangat berisiko ke depannya. Jokowi akan kalah dengan kepentingan lain karena Menteri Pertanian dan Perikanan berlatar pengusaha sulit merealisasikan kedaulatan petani dan nelayan itu sendiri,” katanya.
Said melihat, Jokowi-JK tidak mampu menghadapi kepentingan orang-orang di sekitarnya. “Kalau janji kedaulatan pangan itu serius, mestinya Jokowi- JK serius juga dalam menentukan menteri,” tandasnya.
Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Ahmad Marthin Hadiwinata mengatakan, saat kampanye Jokowi sering mengangkat isu nelayan yang selalu terpinggirkan.
Tapi begitu melihat pengumuman kabinet ini muncul pesimistis. Sektor perikanan sepertinya sulit untuk memakmurkan nelayan,” katanya.
Menurut dia, saat ini nelayan skala kecil di Indonesia menghadapi tiga masalah. Yaitu akses pasar yang sulit, rendahnya kapasitas penangkapan, ancaman reklamasi dan izin pertambangan di perairan.
“Menteri Kelautan dan Perikanan sekarang berlatar pengusaha. Ini artinya akses pasar perikanan masih dikuasai korporasi. Kami menduga akan terjadi over eksploitasi perikanan tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan,” tekannya .
( Rakyat Merdeka)
Leave a reply