Pengembangan Priok Lebih Hemat Ketimbang Bangun Cilamaya

JAKARTA – Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino mengatakan, ketimbang membangun Pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat lebih baik mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Pasalnya, pembangunan pelabuhan baru membutuhkan anggaran yang lebih besar ketimbang memperbaiki infrastruktur pelabuhan yang sudah ada.

“Sekarang masalahnya di Tanjung Priok itu apa? Akses. Jadi buat apa bangun pelabuhan baru. Cilamaya itu butuh Rp 25 triliun, kalau bangun jalan hanya Rp 5 triliun itu sudah beres,” kata Lino saat acara bertajuk

Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, di Jakarta. Jakarta, Rabu (3/9). Lebih lanjut, keberadaan Pelabuhan
Cilamaya tidak akan berdampak signifikan terhadap kegiatan operasional angkutan laut nasional. Bahkan, keberadaan pelabuhan tersebut dikhawatirkan justru menambah beban sektor perhubungan laut di Tanah Air.

“Tujuannya baik mungkin untuk memecah volume (di Tanjung Priok), tapi konsekuensinya kapasitas pelabuhan malah jadi kecil-kecil. Kapal besar justru
tidak bisa masuk,” kujar Lino.

Dia beralasan jika kapal besar tidak bisa masuk, Indonesia akan selalu jauh tertinggal dengan negara-negara lain seperti Singapura. Selama ini, perusahaan logistik internasional terlebih dulu harus bersandar ke pelabuhan di Singapura jika ingin mengirim barang dalam jumlah besar ke Indonesia.

Penyebabnya adalah tidak ada pelabuhan yang cukup daya tampungnya di Indonesia, sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal ukuran besar yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Ini bisa membuat Pelabuhan Singapura yang diuntungkan.

Dia menambahkan, pemerintah seharusnya berfokus untuk mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada bukan malah menambah infrastruktur baru yang sama dan lokasinya berdekatan. “Kalau pemerintah fokus di satu pelabuhan saja di satu lokasi itu malah
lebih bagus,” kata dia.

Dikaji Ulang

Di sisi lain, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bobby R Mamahit mengatakan, proyek Pelabuhan Cilamaya dikaji ulang, karena rencana
pembangunan pelabuhan tersebut akan mengganggu kegiatan operasi produksi migas di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang dioperasikan PT Pertamina Hulu Energi.

Sementara itu, sejumlah pihak mengusulkan jika lokasi pembangunan pelabuhan harus digeser, tetap harus ke arah timur, seperti di Cirebon (Jawa Barat) dan Semarang (Jawa Tengah) Proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya yang rencananya memasuki tahap analisis dampak lingkungan (Amdal) tahun ini harus tertunda. Saat ini, permasalahan itu masih dibahas di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, karena Pelabuhan Cilamaya merupakan bagian dari proyek Metropolitan Priority Area (MPA) dan juga masuk dalam program MP3EI.

“Proyek Pelabuhan Cilamaya untuk tahun ini sudah akan sampai ke Amdal dan persiapan pendanaan. Namun ada laporan studi yang menyatakan lokasinya bisa mengganggu kegiatan lepas pantai PT Pertamina. Untuk itu, sedang dilakukan kajian ulang oleh tim konsultan, sementara di Menteri Perekonomian juga sedang dibahas.

Karenanya belum ada keputusan atau kesepakatan di mana akan dibangun pelabuhan ini,” kata Bobby saat dihubungi Investor Daily, belum lama ini. Menurut Bobby, awalnya ada sembilan daerah yang menjadi pilihan lokasi pendirian pelabuhan baru itu. Di antaranya yang paling memungkinkan adalah Merunda, Muara Gombong, Ciasem, Tanjung Priok, dan Cilamaya.

Bobby menyebut pilihan tempat ini berdasarkan studi kelayakan tahap awal dengan melihat potensi alam sekitar untuk dikembangkan menjadi pelabuhan.
“Akhirnya dari studi diputuskan satu daerah paling potensial yakni Cilamaya, meskipun ada kegiatan gas dan minyak di sana. Tadinya juga tujuan utamanya untuk mendukung daerah industri yang ada di belakangnya yaitu Karawang. Ini juga untuk mengurangi lalu lintas ke pusat Jakarta,” kata Bobby.

Lebih lanjut, Bobby mengatakan pemerintah masih mengkaji berbagai kemungkinan yang bisa diambil untuk menyelesaikan permasalahan dengan kawasan migas Per tamina. Untuk kemungkinan pemindahan lokasi, lanjut Bobby, masih bisa terjadi mengingat
ada pilihan daerah lain yang berpotensi untuk dibangun pelabuhan.

Proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya terdiri atas dua tahap dan membutuhkan dana total sekitar US$ 3,45 miliar. Pembangunan tahap pertama senilai US$ 2,39 miliar
direncanakan mulai 2015, dilanjutkan tahap kedua senilai US$ 1,06 miliar.

Pemerintah akan mendorong skema kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) agar pendanaan tidak tergantung pada anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN). Pelabuhan baru di Cilamaya ini akan memiliki kapasitas sekitar 7 juta TEUs dan dirancang untuk membagi beban Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan utama dan terbesar di Indonesia. Investor daily

Leave a reply