Tanggul Raksasa Jakarta Bentengi Proyek Intiland
JAKARTA. Memiliki lahan strategis adalah salah satu kunci sukses dalam berbisnis properti. Ini pula yang menjadi target PT Intiland Development Tbk (DILD).
DILD bakal menerima berkah dari maraknya proyek infrastruktur di wilayah DKI Jakarta, seperti proyek monorel, mass rapid transit (MRT) dan proyek tanggul raksasa (Giant Sea Wall). Sebab, pengembang properti ini memiliki lahan di sekitar proyek tersebut.
Sebut saja proyek apartemen Regatta II di Pantai Mutiara, Jakarta Utara milik
DILD yang berdekatan dengan proyek Giant Sea Wall. Mega proyek tanggul raksasa itu dirancang untuk menangkal banjir. Perseroan ini juga akan
melanjutkan proyek reklamasi di wilayah yang sama.
Sebelumnya, DILD pernah mereklamasi pantai di wilayah itu seluas 100 hektare. “Pengembangan Pantai Mutiara adalah kelanjutan dari proyek sebelumnya yang sudah kami kembangkan seluas 100 ha. Sisa 63 ha lagi merupakan bagian dari proyek reklamasi Giant Sea Wall dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan total luas reklamasi 5.100 ha,” ujar Suhendro Prabowo, Chief Operating Officer DILD, belum lama lalu.
Analis Trimegah Securities Naarah Joesoef menilai, pembangunan infrastruktur oleh pemerintah DKI Jakarta dapat mendatangkan untung bagi DILD. “Secara tidak langsung, ini bisa mengerek harga tanah perseroan di wilayah itu,” ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (21/10).
Sebagian besar proyek DILD memang berada di Jakarta dan Surabaya, dengan total landbank 2.000 ha. Apabila Giant Sea Wall terwujud, menurut Naarah, kelak
proyek DILD seperti Regatta II akan terhindar dari ancaman banjir. “Harga tanah milik DILD diperkirakan bisa naik 20% dari harga biasanya,” ungkap dia.
Michele Gabriela, analis Sucorinvest Central Gani dalam risetnya pada 16 Oktober 2014 menilai, proyek Giant Sea Wall ini tak hanya meng-untungkan DILD, tapi juga PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang memiliki lahan di sekitar proyek itu.
Proyeksi kinerja DILD
Michele menargetkan, DILD pada tahun ini dapat meraup pendapatan berkisar Rp 1,9 triliun hingga Rp 2,2 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 26%-46% dibandingkan pendapatan tahun lalu senilai Rp 1,51 triliun. Namun, laba bersihnya diproyeksikan menyusut 4% year-on-year (yoy) menjadi Rp 310 miliar. Penurunan ini akibat meningkatnya beban akibat kebijakan loan to value (LTV) di sektor properti.
Meski demikian, Naraah berpendapat bahwa DILD masih bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan bisnis properti. Saat ini, Intiland masih mengandalkan pendapatan dari apartemen dan perkantoran yang berlokasi di pusat Ibukota. “Dan tak banyak perusahaan properti yang memiliki hal itu,” tutur Naarah. Dia memproyeksikan pendapatan DILD pada tahun ini akan tumbuh 20% menjadi Rp 1,81 triliun.
Naarah dan Michele merekomendasikan buy DILD. Naarah memasang target Rp 730 per saham, sedangkan Michele menargetkan Rp 650 persaham. Analis RHB OSK Securities Lydia Suwandi juga merekomendasikan buy DILD dengan target Rp 610 per saham. Harga saham DILD kemarin naik 1,67% menjadi Rp 610 per saham. ( Kontan )
Leave a reply
Leave a reply