Tak Bisa Melaut, Nelayan Jadi Buruh
AMBON, KOMPAS – Angin kencang dan gelombang tinggi hingga 3,5 meter yang melanda perairan Maluku dalam satu bulan terakhir menyebabkan puluhan nelayan di Negeri (Desa) Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, tidak melaut. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh serabutan.
Berdasarkan pantauau Kompas di pantai Negeri Passo di Teluk Baguala, Sabtu (16/8) pagi, lebih dari 50 perahu motor diamankan di darat tmtuk menghindari kerusakan akibat empasan gelombang. Sepanjang pesisir yang biasanya ramai pada pagi hari tidak terlihat satu orang pun.
Kely Matita (67), nelayan, ketika ditemui di rumahya tidak jauh dari pesisir pantai, mengatakan, lebih dari satu bulan dia dan nelayan lainnya di desanya tidak melaut. “Ada yang ojek, kerja proyek dengan gaji harian, dan kerja (di) kebun,” katanya.
Kely merupakan nelayan tradisional yang memiliki dua perahu motor. Di desa tersebut ada juga nelayan yang khusus menangkap ikan tuna. “Di sini nelayan tradisional seperti saya sebanyak 25 orang, sedangkan nelayan tuna ada 23 orang. Jumlah perahu motor 55 buah,” katanya.
Matimu Malita (48), nelayan tuna, mcngalakan, ia harus menanggung kebutuhan empat pekerjanya selama musim cuaca buruk ini.
“Biaya makan dan minum diambil dari penghasilan katong (kami) ketika masih melaut pada bulan sebelumnya uang sudah hampir habis,” kata Matimu yang memiliki empat perahu motor. Dalam satu tahun, waktu normal melaut selama delapan bulan.
Jika musim ikan, Matimu bisa mendapatkan lebih dari Rp 20 juta setiap hari. ”Sebagian
uang katong simpan untuk biaya hidup saat gelombaug tinggi,”katanya. (FRN)
Leave a reply