Rig Tenders Cari Mitra Lokal
JAKARTA—Perusahaan perka palan PT Rig Tenders Indonesia Tbk. sedang menjajaki sejumlah mitra lokal untuk mengatasi kendala pemberlakuan asas cabotage yang menghambat ekspansi perseroan di Indonesia.
Asas cabotage mewajibkan 51% saham perusahaan kapal berbendera Indonesia dimiliki
oleh pihak lokal agar dapat beroperasi dan mengikuti tender proyek tertentu di dalam negeri.
Mukhnizam bin Mahmud, Sekretaris Perusahaan Rig Tenders, mengatakan saat ini 80,54% saham perseroan dimiliki oleh Scomi asal Malaysia, sehingga terbentur pemberlakukan asas cabotage tersebut.
“Mungkin ada rencana rights issue [untuk menambah porsi kepemilikan lokal], tetapi belum sekarang. Kami ingin fokus dulu memperbaiki kinerja keuangan, apakah akan ada turn around pada tahun ini atau tidak,” ujarnya, Kamis (25/9).
Dia menjelaskan pemberlakuan asas cabotage menyebabkan perseroan tidak dapat
membeli kapal baru karena komposisi pemegang saham mayoritas masih dimiliki asing.
Akibatnya, perseroan kini hanya fokus menggarap pasar luar negeri dengan membeli satu unit kapal senilai US$28 juta.
Selain itu, kinerja emiten berkode saham RIGS itu juga terpuruk akibat tidak mendapatkan kontrak baru. Sepanjang tahun ini, perseroan sama sekali belum mendapatkan kontrak baru dan hanya mengandalkan kontrak yang telah ada.
Sebelumnya, perseroan hanya memenangkan kontrak Rp6,36 miliar dari Coastal Energy
Company asal Thailand untuk menyediakan satu uni kapal 60 metric ton Bollard Pull anchor handling tug supply (AHTS).
“Di batu bara, kami sudah perpanjang kontrak dengan Adaro. Kontrak dengan Arutmin
masih akan dievaluasi. Sekarang, kami sedang incar kontrak di Thailand dan Malaysia,” katanya.
Menurutnya, kondisi industri batu bara yang sedang mengalami penurunan memberikan
dampak signifikan terhadap perseroan. Perusahaan batu bara besar, lanjutnya, mulai memiliki armada pengangkutan sendiri.
Pendapatan uta ma perseroan, lanjutnya, sebagian besar berasal dari penyewaan kapal di sektor batu bara dan lepas pantai kepada pihak ketiga. Perseroan akhirnya men jual dua kapal untuk mengu rangi tekanan tersebut. “Kami juga sudah menjual lima kapal lepas pantai untuk mengurangi rata-rata umur kapal,” katanya.
Kinerja perusahaan yang memiliki 74 armada tersebut memang mengecewakan. Per 31
Maret 2014, pendapatan perseroan tercatat hanya US$63 juta, turun dibandingkan capaian pada 31 Desember 2012. Sebagai informasi, perseroan telah melakukan perubahan tahun buku laporan keuangan dari 31 Desember men jadi 31 Maret. (Maftuh Ihsan) Bisnis Indonesia
Leave a reply