Reklamasi Teluk Kendari Ditentang
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Kendari berencana merevitalisasi Teluk Kendari dengan mengeruk dan mereklamasi atau menimbun laut. Langkah itu diambil untuk mengatasi masalah sedimentasi hebat yang terjadi di teluk tersebut. Namun, pegiat lingkungan menilai revitalisasi justru menghancurkan lingkungan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tenggara Kisran Makati menilai revitalisasi termasuk dengan reklamasi untuk menyelamatkan Teluk Kendari dari kehancuran sebuah langkah ironis. ”Bagaimana mengatasi sedimentasi dengan reklamasi atau menimbun? Tidak ada penyelamatan dari reklamasi, malah akan terjadi kehancuran biota laut dan bisa mendatangkan bencana, seperti rob karena wilayah tampungan laut berkurang,” ujar Kisran di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (9/11).
Kisran berpendapat, pemerintah salah langkah dalam mengatasi masalah sedimentasi Teluk Kendari. Pemerintah seharusnya mengatasi penyebab sedimentasi, termasuk bekerja sama lintas daerah dan instansi untuk mencegah sedimen masuk ke teluk.
”Ini yang sangat disayangkan. Cara mengatasi masalah lingkungan tidak memperhatikan aspek keberlanjutan,” ujar Kisran.
Kisran mencurigai revitalisasi yang direncanakan pemerintah hanyalah bahasa halus dari komersialisasi Teluk Kendari. Itu terlihat dari peruntukan kawasan hasil reklamasi yang antara lain untuk pembangunan hotel dan mal. Padahal, daratan Kota Kendari masih cukup untuk pembangunan kawasan komersial.
Dalam waktu dekat, Walhi Sultra akan mengonfirmasi izin revitalisasi Teluk Kendari ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini untuk mengecek izin rencana reklamasi tersebut.
Sebelumnya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kendari, Kamis pekan lalu, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam memaparkan revitalisasi teluk tersebut. Ia menyatakan laju sedimentasi di Teluk Kendari mencapai 5 juta kubik per tahun. Sejak 1960, volume sedimen sudah mencapai 55 juta kubik. Separuh lebih sedimen tersebut berasal dari material pembangunan infrastruktur, sisanya dari material erosi dan sampah.
”Kondisi tersebut mendorong kami untuk merevitalisasi agar teluk ini bisa selamat dari kehancuran. Fasilitas penting seperti pelabuhan dan aktivitas masyarakat bisa terancam. Revitalisasi menyangkut pengerukan dan penjaringan lumpur di muara sungai serta reklamasi untuk dijadikan kawasan ekonomi strategis,” kata Nur.
Sedikitnya ada 13 sungai yang bermuara di Teluk Kendari. Sungai terbesar adalah Sungai Wanggo yang pada awal 2013 lalu meluap hebat dan menyapu permukiman warga.
Luas lahan reklamasi diperkirakan 17 hektar yang dikerjakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari. Sejauh ini, pemerintah baru memulai mengangkut material untuk pembangunan talut. (VDL)
Leave a reply
Leave a reply