Proyek Bendungan Raksas Belum Untungkan Nelayan DKI
Desakan untuk menghentlkan proyek pembangunan Great Sea Wall atau bendungan raksasa dl Teluk Jakarta semakin kencang. Alasannya,, selain merusak lingkungan, mega proyek ini juga membuat 15.670 nelayan kehilangan pekerjaan. Proyek ini juga dinilai hanya menguntungkan pemodal dan korporasi.
KOORDINATOR Pendidikan Dan penguatan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan ( Kiara)Selamet Doroyni mengatakan, proyek Great sea wall yang merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) hanya mendorong terjadinya pembangunan fisik, tanpa memperhatikan lingkungan pesisir dan darat.“ Sehingga ini akan memperparah kesenjangan social ekonomi masyarakat dan bencana alam lainya” katanya di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, dari sis social ekonomi pada saat ini Teluk Jakarta terdapat 15.670 nelayan dengan rincian 8.808 nelayan penetap atau memiliki KTP DKI Jakarta. Dan 6.862 nelayan pendatang yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta. “ Seluruh nelayan tersebut akan tergusur dan kehilangan pekerjaan akibat kebijakan pembangunan di Teluk Jakarta. Sehingga MP3 EI hanyalah upaya hidup merampas ruang hidup masyarakat pesisir pantai Utara Jakarta, “ keluhnya.
Selain itu, kata Selamet, pembangunan tidak ramah lingkungan juga menimbulkan berbagai masalah mulai dari banjir, penurunan permukaan tanah, penduduk dan bangunan sangat padat, air minum susah dan mahal, pencemaran lingkungan dari limbah domestic dan indrustri, ketersediaan lahan terbatas, dan lainya. “ ini merupakan permasalahan lama yang sebenarnya terjadi karena tata kelola kota yang tidak terkonsep dan tidak mempunyai arah kebijakan yang jelas, “ paparnya.
Dia mengatakan, guna menjual proyek tersebut kepada swasta dan memdapatkan utang luar negeri, maka Pemprov Dki Jakarta mengemasnya dalam proyek Jakarta Coastal Defense Strategy (JCDS) dan dimasukkan dalam bagian program kegiatan unggulan MP3EI. ”
Jakarta termasuk dalam skema MP3El yang menempatkan Jakarta dalam koridor tersendiri dalam proyek pengembangan kawasan strategis di Jakarta. Kawasan strategisnya adalah berupa pembangunan proyek pelabuhan sebagai pengembangan dari kawasan pelabuhan yang telah ada di Pelabuhan Tanjung Priok,” katanya.
Koordinator Advokasi Hukum dan Kebijakan KIARA. Ahmad Marthin Hadiwinata menyatakan, pihaknya sudah melayangkan surat protes yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, guna menghentikan pembangunan Giant Sea Wall. “Berdasarkan pengakuan dari masyarakat pesisir terdampak, mereka tidak pernah mendapatkan informasi terkait proyek tersebut. Bahk’an berdasarkan pemberitaan yang berkembang, proyek tersebut tidak memiliki izin lingkungan, Kajian Lingkungan Hidup Strategi dan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),” katanya.
Padahal, dampak terburuknya adalah penggusuran nelayan tradisional dari ruang penghidupannya. “Oleh karena itu, kami akan mengajukan permohonan informasi publik terhadap Izin Lingkungan Proyek Tanggul Laut Raksasa, Izin Lokasi dan Izin Pelaksanaan terkait Tanggul Laut Raksasa, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Tanggul Laut Raksasa, Kajian Lingkungan Hidup Strategis dari Proyek Tanggul Laut Raksasa, dan Penjelasan Tiga Tahap Pembangunan Teluk Jakarta,” tutur Marthin.
Untuk diketahui, Giant Sea Wall atau Tanggul Laut Raksasa (TLR) di Teluk Jakarta adalah sebuah proyek ambisius bernilai ratusan triliun rupiah yang telah dimulai pembangunannya, 9 Oktober 2014. Pembangunan tanggul sepanjang 37-40 km mulai dari wilayah Bekasi hingga Tangerang ini dibagi ke dalam riga fase. Fase penama ditargetkan selesai pada 2017, fase kedua selesai tahun 2030, dan fase ketiga setelah 2030. (Rakyat Merdeka)
Leave a reply
Leave a reply