Pintu Masuk Impor

YOGYAKARTA, KOMPAS- Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diminta menghidupkan pelabuhan-pelabuhan di kawasan timur Indonesia dengan menjadikannya sebagai pintu masuk barang impor. Hal tersebut penting untuk menekan biaya pengiriman barang melalui laut.

Manfaat lain adalah merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

“Ada pihak yang mengusulkan barang impor hanya boleh masuk ke Indonesia melalui pelabuhan di kawasan timur. Dengan begitu, kapal-kapal dari kawasan timur ke barat tidak akan kosong sehingga biaya logistik juga turun,” kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit dalam Kongres Maritirn Nasional di Balai Senat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (24/9).

Danang mengatakan, biaya logistic ke wilayah timur Indonesia sangat tinggi karena ada ketidakseimbangan arus barang. Kapal-kapal dari Pulau Jawa ke kawasan timur penuh muatan, sedangkan kapal dengan rute sebaliknya yaris kosong. Kondisi ini membuat biaya pengiriman barang dari wilayah barat ke timur Indonesia menjadi tinggi, bahkan kadang kala lebih mahal dari pada mengirimkan barang ke negara lain.

“Kapal dari Jakarta ke Manado, misalnya, berisi 600 kargo. Akan tetapi, saat balik ke Jakarta, kapal itu hanya bawa 100 kargo. Mau tak mau biaya logistik dari
Manado-Jakarta juga dibebankan pada barang yang dikirim dari Jakarta ke Manado,” katanya.

Untuk rnengatasi masalah itu, tambah Danang, perlu menyeimbangkan arus barang. Salah satu caranya adalah menjadikan pelabuhan-pelahuhan di Indonesia timur sebagai pintu masuk barang impor. Jika kebijakan itu diterapkan, arus barang dari timur ke barat bertambah secara drastis sehingga kapal-kapal dari wilayah timur tak akan kosong. Biaya logistik akan turun.

Kebijakan itu tak harus langsung diterapkan pada seluruh barang impor. Bisa dimulai untuk jenis tertentu, seperti gula, gandum, dan kapas.

Pelabuhan yang potensial menjadi pintu masuk barang impor antara lain Pelabuhan Sarong dan Merauke di Papua Barat, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara, dan Makassar di Sulawesi Selatan.

Dalam acara tersebut, anggota Dewan Kelautan Indonesia, Son Damar, mengatakan, visi Jokowi- Kalla menjadikan negara maritime diwujudkan dengan memperkuat lima pilar. Lima pilar itu adalah sumbcr daya manusia yang kuat, pengembangan perekonornian yang terpadu, tata ruang laut yang bagus, pertahanan yang kuat, dan sistem hukum yang komprehensif.

Tiongkok berinvestasi

Potensi Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dilirik pengusaha asal Tiongkok. Mereka tertarik karena posisi Bitung sebagai litik simpul penting di kawasan Pasifik dalam percaturan perdagangan dunia.

Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia He Xie Feng di Manado, Rabu, mengatakan, sejumlah pengusaha Tiongkok menyatakan minat mereka berinvestasi di Sulut.

“Kami sudah mendengar tentang Bitung. Sekarang kami telah melihat. Pelabuhan Bitung sangat baik dan strategis dalam jalur perdagangan,” katanya.

Kunjungan He Xic Feng ke Manado bersarna belasan pengusaha dalam rangka menghadiri perayaan HUT Ke-50 Sulut. Tiongkok sudah berinvestasi Rp 17 triliun di Pulau Bangka, Sulut, untuk industri biji besi.

Kepala Badan Kerjasama Penanarnan Modal Daerah Sulut Happy Korah menjelaskan, investasi Tiongkok akan diwujudkan dalam kerja sama pembangunan pelabuhan dan pendukungnya.

Hingga Agustus 2014, penananlan modal asing di Sulut mencapai 69 juta dollar AS. (Kompas)

Leave a reply