Pengolahan Ikan Ditertibkan

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengevaluasi unit pengolahan ikan karena ada indikasi dijadikan modus untuk mendapatkan izin menangkap ikan di perairan Indonesia. Bahkan, ada kapal yang tangkapannya tidak didaratkan dan diolah di pengolahan ikan, tetapi dilarikan ke luar negeri.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung, di Jakarta, Rabu (12/11), mengungkapkan sedang memverifikasi kewajiban perusahaan penangkapan ikan untuk mendaratkan tangkapan di unit pengolahan ikan (UPI). Evaluasi tersebut sejalan dengan berlakunya ketentuan moratorium izin usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan RI.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Nomor 26 Tahun 2013 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI, usaha kapal ikan berukuran 200-2.000 gros ton (GT) wajib bermitra dengan UPI. Adapun kapal ikan berukuran di atas 2.000 GT wajib membangun atau memiliki UPI.

Dari 4.964 kapal ikan besar berukuran di atas 30 GT, sebanyak 520 kapal masuk kategori wajib bermitra atau memiliki UPI. Namun, utilitas UPI masih rendah. Dari 627 UPI, sekitar 30 persen hampir kolaps karena hanya 15 persen dari kebutuhan bahan bakunya yang tercukupi.

Usaha ditertibkan

Saut menambahkan, verifikasi terhadap realisasi UPI akan menertibkan usaha perikanan tangkap agar mendaratkan ikan dan mengolah ikan. Kebutuhan bahan baku UPI mencapai 3,7 juta ton per tahun. Namun, baru terpenuhi 2,1 juta ton per tahun.

”Moratorium dan verifikasi UPI diharapkan mampu mendorong penambahan bahan baku sebanyak 1,6 juta ton dalam waktu dua tahun,” katanya.

Sehari sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, selama berlangsungnya moratorium izin baru kapal, pihaknya akan memverifikasi kesesuaian izin kapal ikan dengan UPI. Kerap terjadi izin diterbitkan untuk kapal besar yang bobotnya jauh melebihi kapasitas UPI sehingga menimbulkan kecurigaan ikan dilarikan ke luar negeri.

”Moratorium memberikan harapan bagi pelaku bisnis pengolahan yang hampir bangkrut karena bahan baku. Setelah moratorium selesai, akan jelas investasi kapal besar tidak boleh jika tanpa pengolahan,” kata Susi.

Saat ini, usaha pengolahan ikan skala kecil nyaris bangkrut karena tidak mendapat bahan baku. Nantinya ikan tangkapan wajib didaratkan di pelabuhan dan diproses di pengolahan ikan, tidak boleh langsung diangkut ke luar negeri.

Indonesia dengan perairan terluas di ASEAN hanya ada di peringkat ke-5 di ASEAN untuk ekspor karena industri pengolahan tidak tumbuh. Kondisi ini, menurut Susi, ironis.

Usaha gudang pendingin dan pengolahan ikan yang menyerap lapangan kerja akan dibangkitkan. Usaha pengolahan ikan berkapasitas 10-15 ton per hari bisa mempekerjakan 600-1.200 orang dengan nilai ekspor mencapai 15 juta dollar AS. (Kompas)

Leave a reply