Pengelolaan Tuna Ditata

KUTA, KOMPAS — Pemerintah akan menerapkan pengelolaan perikanan tuna. Pengelolaan tersebut meliputi jenis dan kuota tangkapan ikan tuna. Pengelolaan perikanan tuna diperlukan karena Indonesia cenderung dinilai sebagai negara yang kurang peduli terhadap aturan penangkapan.

Hal itu terungkap dalam Konferensi Tuna Bali 2014, di Kuta, Kamis (20/11). Konferensi itu dihadiri organisasi perikanan tuna internasional, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan tuna nasional.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, permintaan dunia terhadap tuna terus meningkat, tetapi suplai tuna turun. ”Selama ini, Indonesia dikenal tidak peduli terhadap tata krama aturan (penangkapan) lestari sehingga kuota tangkapan tuna kita terus diturunkan. Hal itu antara lain karena penangkapan berlebih, cara penangkapan tidak ramah lingkungan, dan praktik penangkapan ikan ilegal,” kata Susi kepada Kompas.

Selama ini, Indonesia dikenal sebagai produsen tuna terbesar di dunia. Total produksi tuna, cakalang, dan tongkol mencapai 1,1 juta ton per tahun dengan nilai perdagangan sekitar Rp 40 triliun. Perairan di selatan Bali bahkan tercatat sebagai satu-satunya tempat pemijahan tuna sirip biru di dunia.

Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melalui State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2014, jumlah tuna yang ditangkap di seluruh dunia mencapai 6,8 juta metrik ton. Indonesia menyumbang 16 persen dari total produksi dunia. Kuota tangkapan Indonesia untuk jenis tuna sirip biru sebesar 750 ton per tahun. Namun, dalam praktiknya tangkapan tuna sirip biru rata-rata mencapai 1.000 ton per tahun.

Kuota ditambah

Toni Ruchimat, Direktur Sumber Daya Ikan yang juga Ketua Panitia Konferensi Tuna Bali 2014, mengatakan, Indonesia sedang memperjuangkan penambahan kuota penangkapan tuna sirip biru menjadi 1.000 ton. Tambahan 300 ton itu antara lain dari tangkapan nelayan kecil dengan ukuran kapal di bawah 30 gros ton yang tak tergabung dalam asosiasi.

Pembenahan akan dilakukan antara lain dengan membagi kuota penangkapan per perusahaan yang bernaung pada Asosiasi Tuna Indonesia, Asosiasi Tuna Long Line Indonesia, dan Asosiasi Perikanan Tangkap Terpadu.

Susi menyatakan, pihaknya juga akan memberlakukan larangan penangkapan tuna di tempat pemijahan, tempat berkumpulnya anak tuna. Dicontohkan, di sebuah tempat pemijahan terdapat 1 kg anak tuna berisi 5-10 ekor. Jika dibiarkan tetap hidup dan tidak ditangkap selama 6 bulan, ukuran anak tuna akan bertambah menjadi 40-60 kg dan harga jualnya jauh lebih tinggi. (Kompas)

Leave a reply