Pengamanan Laut Hanya 30 Persen
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan pengamanan laut di Indonesia untuk membendung pencurian dan penangkapan ikan ilegal masih sangat minim. Pengoperasian seluruh aparat pengawasan laut dari berbagai lembaga hanya 30 persen dari kapasitas.
Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo mengemukakan hal itu seusai rapat koordinasi pengamanan laut di Jakarta, Rabu (5/11). Hadir Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta perwakilan TNI AL, Polri, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Perhubungan, dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP).
”Optimalisasi pengawasan laut sejauh ini hanya 30 persen karena terjadi kekurangan logistik. Kekurangan logistik terutama bersumber dari bahan bakar minyak,” kata Indroyono.
Pihaknya juga sedang menghitung dan menginventarisasi kapal-kapal pengawas TNI AL dan Polri, termasuk sumber daya dan kebutuhan logistiknya.
Kemenko Kemaritiman bersama Kementerian Hukum dan HAM juga sedang menyusun satuan tugas untuk pembentukan Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Koordinasi lemah
Secara terpisah, Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengingatkan, pemerintah perlu becermin dari lemahnya fungsi Bakorkamla selama ini. Ia meragukan peran Bakamla akan kuat jika tidak diimbangi dengan komitmen koordinasi lintas instansi.
Saat ini, koordinasi lintas sektor terkait pengamanan laut masih lemah, termasuk koordinasi teknologi. Setiap instansi terikat pada sistem dan aturannya masing-masing.
Dicontohkan, KKP memiliki keunggulan sistem aplikasi oseanografi berbasis teknologi satelit radar untuk pemantauan aktivitas kapal di seluruh perairan Indonesia hingga negara tetangga serta aparat pengawasan perikanan. Bakorkamla memiliki sistem identifikasi otomatis (AIS). Demikian pula TNI dan Polri.
Sementara itu, logistik dan operasionalisasi aparat pengawasan laut masih minim. Kapal pengawas Polri tercatat 490 unit, tetapi hanya beroperasi 10 hari per bulan dan tiap hari hanya dua jam operasi. Patroli Polri itu terhitung hanya 30 persen dari target.
Adapun TNI AL memiliki 70 kapal, tetapi hanya 10-12 kapal yang beroperasi setiap hari. Sementara itu, pengoperasian aparat PSDKP-KKP hanya 66 hari per tahun.
”Fungsi Bakamla harus mampu menyinergikan seluruh teknologi dan sumber daya agar perannya kuat dalam menangani penangkapan ikan ilegal. Jika tidak, apa bedanya Bakamla dengan Bakorkamla yang telah ada,” ujarnya.
Arif menambahkan, pemerintah perlu fokus mengawasi wilayah perairan yang selama ini marak dengan praktik penangkapan ikan ilegal, yakni Laut Arafura dan Laut Tiongkok Selatan. Pemantauan perlu ditunjang teknologi maju yang sudah tersedia. ”Pusat patroli harus fokus,” katanya.
Indroyono mengemukakan, sejauh ini pemerintah telah menggulirkan beberapa kebijakan terkait penanganan penangkapan ikan ilegal, antara lain membuka data izin kapal besar berukuran di atas 30 gros ton dan moratorium izin baru kapal ikan sampai akhir Desember 2014. Selain itu, pelarangan terhadap aturan alih muatan kapal (transshipment) di tengah laut.
Ketentuan itu akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 26/PERMEN-KP/2013 tentang Perubahan atas Permen KP No 30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Revisi permen KP ditargetkan satu bulan.
Pemerintah juga mewajibkan semua kapal ikan memasang sistem pemantauan kapal (VMS) selama 24 jam. Pengguna kapal ikan wajib melapor jika VMS dimatikan. ”Apabila kapal yang mematikan VMS tidak melapor, diambil tindakan dalam 1 x 24 jam,” kata Indroyono.
PNBP digenjot
KKP juga berencana menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2015.
Target PNBP dinaikkan 508 persen, yakni dari Rp 250 miliar pada tahun ini menjadi Rp 1,27 triliun. Kenaikan PNBP akan bersumber dari penerbitan izin baru.
Leave a reply
Leave a reply