Pencurian Ikan Masih Berlanjut

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penindakan terhadap penangkapan ikan ilegal dan penenggelaman kapal ilegal dinilai belum efektif. Masih banyak kapal asing dan kapal dalam negeri menangkap ikan ilegal.

Dahli Sirait, Sekretaris Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang dihubungi pada Rabu (3/12) mengatakan, kapal asing ilegal masih terang-terangan beroperasi di perairan Indonesia.

Kapal ilegal tersebut beroperasi pada malam hari dan terlihat oleh nelayan yang menangkap ikan di malam hari. ”Faktanya, penangkapan ikan ilegal masih terus terjadi, baik dilakukan kapal asing maupun kapal dalam negeri,” kata Dahli.

Dahli menambahkan, pemerintah memang telah membuka layanan pengaduan melalui pesan singkat kepada TNI Angkatan Laut, Polri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, pengaduan tersebut tak mendapat respons.

Hal yang sama diungkapkan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, Tarmizi.

Menurut Tarmizi, berdasarkan informasi para nelayan, kapal asing masih beroperasi secara ilegal di perairan Kepulauan Anambas. ”Kapal KKP tidak berpatroli karena keterbatasan bahan bakar,” katanya.

Tenggelamkan

Oleh karena itu, kata Tarmizi, nelayan Anambas mendukung kebijakan penenggelaman kapal ikan asing yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia. ”Sebelum kebijakan Ibu Susi, nelayan Anambas bersama petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah pernah menenggelamkan 17 kapal ikan asing,” katanya.

Tarmizi menilai, penangkapan kapal ikan asing, seperti dari Thailand atau Vietnam, selama ini tidak efektif. Kapalkapal yang disita dan dilelang kemudian beroperasi kembali dengan mempekerjakan nelayan-nelayan asing. Ia berharap, dengan pelarangan alih muat kapal di laut (transshipment), kapal penangkap ikan yang beroperasi secara legal di perairan Kepulauan Anambas dapat bersandar dan membongkar muatan ikan di Kepulauan Anambas.

”Karena itu, saya usul kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mendirikan pusat pelelangan ikan di Anambas,” ujar Tarmizi. Saat ini volume ikan dari Kepulauan Anambas yang dikirim ke Malaysia atau Singapura sekitar 300 ton per bulan. Jika kapal asing tidak beroperasi secara ilegal dan dibangun pusat pelelangan ikan, diharapkan volume ikan yang dikirim ke Malaysia atau Singapura bisa lebih banyak.

Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik menilai, larangan praktik transshipment di tengah laut wajar diterapkan pemerintah. Praktik transshipment kerap dijadikan modus melarikan ikan hasil tangkapan ke luar negeri. Selama ini pengawasan negara terhadap penangkapan ikan dan alih muatan kapal masih lemah. Pelarangan itu diharapkan dapat menekan pencurian ikan. (Kompas)

Leave a reply