Pasar Ekspor Udang Masih Menjanjikan

SURABAYA, KOMPAS — Sejak tahun 2011 hingga 2014, produksi udang dunia terus menurun akibat berkurangnya produksi dari sejumlah negara utama pengekspor komoditas itu. Penurunan jumlah ekspor ini diakibatkan serangan penyakit early mortality syndrome yang menyerang tambak udang di negara pemain utama ekspor, yakni Thailand dan Vietnam, serta negara eksportir lain, yakni Malaysia dan Tiongkok, sejak 2009 hingga saat ini.

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam Simposium Budidaya Air Ke-2 di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (2/12), mengemuka, jumlah udang yang beredar di pasar dunia pada 2011 mencapai 1.385.703 ton. Jumlah ekspor menurun menjadi 1.334.376 ton pada tahun 2012, 817.451.ton pada Agustus 2013, sedangkan pada periode sama tahun 2014 naik tidak signifikan menjadi 890.000 ton.

”Melihat kondisi ini, masih cukup besar peluang meningkatkan potensi produksi dari Indonesia untuk merebut pangsa pasar ekspor udang di dunia pada tahun 2015,” kata Head of Export Marketing PT Central Proteina Tbk (CP Prima) Arianto Yohan di Hotel Bumi, Surabaya, Selasa.

Saat ini, kata Arianto, terdapat lima negara utama pengekspor udang di dunia, yakni Thailand, Ekuador, Indonesia, India, dan Vietnam. Thailand adalah pemasok udang ekspor terbesar, diikuti Ekuador dan Indonesia.

Ekspor udang Indonesia mencapai 250.000 ton per tahun. Ekspor itu sebanyak 18 persen masuk ke pasar Amerika Serikat, yakni 63.386 ton pada tahun 2014 atau naik dari 50.962 ton (16 persen) pada 2013. Sementara ekspor ke Jepang mencapai 36.021 ton pada 2014 atau naik dari 28.017 ton pada tahun 2013.

Adapun ekspor ke Eropa mencapai 3 persen atau 10.000 ton dan sisanya masuk ke negara lain, termasuk negara di Asia Tenggara dan Asia.

Sementara itu, Hendri Laiman, Head of Surabaya and Jakarta Operation PT CP Prima, mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk pengembangan tambak untuk budidaya udang.

Namun, sejauh ini, tambak untuk budidaya udang belum tergarap dengan baik. Dari yang sudah tergarap itu, lanjut Hendri, hanya sebagian kecil petambak udang yang dibina PT CP Prima. Selebihnya merupakan petambak tradisional.

Tino Sadeli (57), petambak binaan PT CP Prima dari Madura, merasakan masa bulan madu itu. Ia dapat memperbanyak tambaknya yang saat ini mencapai 23 petak.

Ia berharap harga udang bisa tetap tinggi karena biaya produksi meningkat sering dengan naiknya harga bahan bakar minyak. ”Biaya produksi mulai dari persiapan lahan hingga panen naik 20-30 persen,” ujar Tino. (Kompas)

 

Leave a reply