Nelayan Tidak Melaut Tiga Bulan Terakhir
PURWOREJO, KOMPAS – Tiga bulan terakhir, nelayan di Pantai Jatimalang, Kecamatan
Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tidak melaut. Selain karena gelombang tinggi mencapai 5 meter dan angin kencang, saat ini adalah musim paceklik ikan.
Karib, salah seorang nelayan, mengatakan, sekalipun cuaca buruk, setiap nelayan sebelumnya bisa tetap melaut. Namun, pada kondisi sckarang, banyak nelayan memilih , tidak melaut karena ikan yang bisa diperoleh sangat sedikit.
“Sebulan lalu saya pernah mencoba melaut. Namun, hasil yang diperoleh hanya seekor penyu dan 4 ons lobster,” ujar Karib, Rabu (6/ 8). Di Pantai Jatimalang terdapat sekitar 150 nelayan dan 35 perahu. Sekali melaut, saat kondisi normal, satu perahu bisa membawa pulang 60 kilogram hingga 1 kuintal ikan.
“Biasanya, musim paceklik ikan maksimal hanya berlangsung selama dua bulan,” ujar Waryanto, nelayan lainnya. Padahal, pada Agustus, kata Waryanto, biasanya nelayan mulai bisa mendapatkan banyak lobster dan bawal. Pada bulan September, barulah nelayan bisa panen berbagai jenis ikan.
Cuaca buruk juga membuat nelayan di Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, tidak memaksakan diri melaut. Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia Kabupaten Cirebon Budi Laksana mengimbau anggotanya agar tak memaksakan diri melaut.
Paling tidak ada 6.000 nelayan di wilayahnya. Samhudi (47), nelayan dan pemilik perahu pariwisata tujuan Pulau Biawak, Indrarnayu, misalnya, memutuskan tidak melayani
wisatawan hingga kondisi cuaca membaik. Kegiatan itu dijalaninya sebagai sampingan.
“Untuk mencari ikan juga berbahaya. Nanti berlayar lagi kala cuaca sudah baik,” katanya.
Bahayakan pelayaran Cuaca buruk terjadi sejak sebelum lebaran. Di wilayah pantai utara Jawa Barat, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jatiwangi di Majalengka mencatat, ketinggian gelombang laut di laut utara Jabar hingga 4 meter dan membahayakan bagi pelayaran.
Prakirawan pada BMKG Jatiwangi, Majalengka, Jabar, Ginanjar Julianto, Rabu, mengatakan, gelombang tinggi yang diiringi dengan angin kencang hingga 26 knot itu dipicu oleh perbedaan tekanan udara yang tinggi antara wilayah Australia dan Asia. Kondisi itu diperkirakan akan berlangsung hingga beberapa hari ke depan.
“Di wilayah perairan utara, sama halnya di wilayah selatan, saat ini sedang terjadi gelombang tinggi. Angin lapis atas memiliki gradient atau perbedaan kecuraman hingga 3.000 feet (kaki) sehingga menimbulkan angin kencang,” kata Ginanjar.
Leave a reply