Menhub Teken SK Penggunaan Rupiah di Pelabuhan
JAKARTA – Menteri Perhubungan (Menhub) EE Mangindaan telah menandatangani surat keputusan (SK) terkait kewajiban transaksi rupiah di lingkungan pelabuhan pada Jumat (10/7). Dengan kewajiban penerapan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di pelabuhan, itu diharapkan dapat mengurangi pelemahan rupiah dari tekanan dari nilai tukar dolar AS.
“Sudah saya putuskan dan saya teken (SK) Jumat lalu. Transaksi di semua pelabuhan wajib menggunakan rupiah. Ini akan lebih efektif,” kata Menhub saat apel persiapan
angkutan mudik di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (14/7). Dia menjelaskan, kewajiban transaksi rupiah di pelabuhan harus didukung, karena selain dapat memperkuat mata uang rupiah, sudah jelas penggunaan dolar AS sebagai alat pembayaran memberatkan pengusaha nasional. “Kalau hanya memegang rupiah, tapi harus membayar dengan dolar kan susah, harus tukar dulu, Nilai kurs dolar pun jauh lebih tinggi dari rupiah,” turur dia.
Nantinya, lanjut dia, seluruh pungutan di pelabuhan wajib menggunakan mata uang rupiah. Ketentuan penggunaan rupiah telah diamanatkan dalam Undang-undang No 7/2011 tentang Mata Uang Rupiah sebagai mata uang yang sah dan wajib digunakan dalam setiap transaksi di seluruh wilayah NKRI. Kemudian, sanksi diatur tegas dalam
pasal 33 UU No 7/2011 yang menyebutkan setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai alat pembayaran selama berada di Indonesia, kecuali patut diduga uang itu palsu.
“Penolakan untuk menerima rupiah bisa dikenai sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 200 juta,” ujar dia. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R Mamahit menambahkan, setelah Menhub meneken
SK, pihaknya segera menindaklanjuti dengan arahan dan instruksi kewajiban transaksi rupiah kepada seluruh manajemen pelabuhan di wilayah Indonesia. “Kami sedang menyusun standard operation procedure (SOP) untuk penerapannya dan akan selesai pekan ini,” ujar dia.
Kepastian Investasi
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum Indonesia National Shipowner’s Association (INSA) Carmelita Hartoto meminta pemerintah segera mengeluarkan SK terkait penerapan mata uang rupiah di pelabuhan sebagai alat tukar pengganti dolar AS. Kebijakan itu diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri pelayaran nasional, selain juga mendorong stabilitas ekonomi.
“Bagi industri pelayaran nasional, pemakaian rupiah akan memberikan kepastian investasi. Di Asean tinggal Indonesia dan Vietnam yang masih menggunakan dolar, negara lainnya sudah menggunakan mata uang setempat, dan terbukti hasilnya positif bagi perekonomian mereka,” kata Carmelita Hartoto kepada Investor Daily, awal pekan ini.
Carmelita juga menuturkan, penggunaan rupiah sebagai alat tukar di pelabuhan bisa menguatkan nilai mata uang nasional. “Saya pikir pemerintah harus berani mengeksekusi
penggunaan rupiah di seluruh pelabuhan di Indonesia. Ini sesuai tujuannya, yakni agar
‘martabat’ rupiah makin tinggi ,” ujar dia.
Saat ini, kata Carmelita, tinggal kapalkapal yang melayani transaksi internasional yang menggunakan dolar sehingga diperlukan kesepakatan penggunaan mata uang. INSA juga siap menyosialisasikan rupiah agar dapat diterima dalam transaksi pelayaran kapal nasional yang melayani rute internasional.
Bila dibandingkan dengan rupiah, penggunaan mata uang dolar AS relatif menjadi pilihan karena cenderung lebih stabil. Namun untuk kepentingan nasional yang lebih besar, transaksi menggunakan mata uang rupiah juga harus dilakukan.
“Saya pikir implementasi kebijakan ini tidak akan mengalami kendala cukup berarti. Semua lembaga, termasuk operator pelabuhan itu sudah menyatakan kesanggupannya
untuk menerapkan kebijakan transaksi menggunakan rupiah,” papar dia. Dikonfirmasi terpisah, pengamat National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan, penerapan rupiah di pelabuhan akan menguntungkan pengusaha nasional. Sebaliknya, lanjut Siswanto, akan merugikan bagi perusahaan dan agen kapal asing yang masuk ke pelabuhan Indonesia.
“Kalau saya lihat banyak ruginya, misalnya, agen-agen kapal asing yang ada di indonesia akan kerepotan membayar principal mereka karena harus memakai rupiah. Apalagi kursnya bergerak tak menentu. Mereka juga harus menyediakan waktu ekstra untuk menukarkan dolar,” jelas dia.
Siswanto juga menyebutkan keputusan pemerintah tersebut, jika bertujuan untuk stabilitas ekonomi, tidak tepat sasaran diterapkan di pelabuhan. “Keputusan pemerintah
itu terasa tidak pas karena sebetulnya dolar selama ini hanya dipakai di terminal internasional. Lagipula pelabuhan adalah bisnis global, jadi tidak efektif,” kata dia.
Meski demikian, jika aturannya sudah disahkan, kata dia, kebijakan itu hendaknya diterapkan secara konsisten, dan tidak berhenti di tengah jalan. “Munculnya kembali wacana yang mewajibkan transaksi rupiah di lingkungan pelabuhan ini jangan sekadar momentum saja, mengingat beleid ini sudah sejak lama ada,” ujar dia.
Sementara itu, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III siap menjadikan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran dalam bisnis kepelabuhanan. “Kami sebagai badan usaha pelabuhan (BUP) tidak masalah pembayaran yang dialihkan ke rupiah dari dolar AS,” kata Kepala Humas Pelindo III Edi Priyanto di Surabaya, baru-baru ini. (lrd)
Leave a reply
Leave a reply