Maritim Jangan Multitafsir

JAKARTA, KOMPAS – Pembentukan kementerian kemaritiman dalam rancangan kabinet pemerintahan yang baru dinilai multitafsir dan tak efektif. Pemerintah baru diharapkan lebih fokus membenahi fungsi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mewujudkan poros maritim.

Demikian benang merah forum diskusi Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN), Rabu (17/9), di Jakarta. Hadir antara lain perwakilan Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (lspikaru), Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo), Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia, Induk Koperasi Perikanan Indonesia, dan Ikatan
Penyuluh Perikanan Indonesia.

Ketua Umum MPN Muhammad Taufiq mengatakan, pembenahan sektor kelautan menjadi tantangan pemerintah untuk membuktikan keberpihakan pada poros maritim. Apalagi, Indonesia menghadapi perdagangan bebas dengan berlakunya Masyarakat
Ekonomi ASEAN pada 2015.

Pengubahan nomenklatur kementerian kelautan dan perikanan menjadi kementerian kemaritiman dinilai akan menyita waktu dan biaya. Padahal, pemerintah harus bergerak cepat untuk mewujudkan poros maritim.

Saat ini terdapat 17 kementerian dan lembaga yang menangani sektor kelautan. Sudah
saatnya koordinasi, kewenangan, dan fungsi lintas kementerian itu diperkuat untuk mewujudkan poros maritim. Fungsi Dewan Kelautan Indonesia yang udah terbentuk harus dioptimalkan untuk koordinasi lintas kementerian.

Persoalan yang mendesak diselesaikan adalah sumber daya perikanan yang terancam punah, ketertinggalan industri perikanan dan kelautan, serta kemiskinan masyarakat pantai dan peisir. Persoalan lainnya, antara lain, kerusakan terumbu karang, pencemaran laut, perlindungan terhadap masyarakat dan ekosistem di pesisir dan pulau-pulau
kecil, serta dampak perubahan iklim di laut.

“Fokus pengembangan kelautan sebaiknya diarahkan dengan mengoptimalkan potensi umber daya laut untuk mendorong perekonomian negara,” kata Taufiq.

Ketua Dewan Pakar MPN Soen’an Hadi Poernomo menilai, kementerian kemaritiman cenderung multitafsir karena fokusnya belum jelas. Wacana pemisahan perikanan budidaya untuk dimasukkan ke kementerian kedaulatan pangan dikhawatirkan membuat kinerja kementerian menjadi tidak fokus dan memicu inefisiensi birokrasi. Sektor kelautan dan perikanan saling terkait untuk membangkitkan industri.

Jangan salah kaprah

Kepala Riset Pusat Kajian KeIautan dan Peradaban Maritim Suhana mengemukakan, definisi maritim jangan sampai salah kaprah. Perindustrian maritim, menurut PP Nomor 43 Tahun 1965, bermakna lebih sempit, yakni bergerak dalam bidang pembuatan dan perbaikan alat dan semua perlengkapan kapal serta pembuatan bahan pelengkap kapal.

Sekjen Ispikani Kusdiantoro Domiri mengatakan pembentukan nomenklatur baru kementerian kemaritiman membutuhkan waktu minimal 3-5 tahun untuk mereposisi dan mengganti nomenklatur.

Penguatan kelautan dan perikanan harus dilakukan dengan memberdayakan Dewan Kelautan Indonesia dan menempatkan Menko Perekonomian sebagai ketua harian untuk mengoordinasikan kinerja lintas kementerian terkait maritim.

Ketua Umum Gappindo Herwindo mengungkapkan, keberpihakan pemerintah pada poros
maritim harus dibuktikan dengan pembenahan birokrasi, fungsi dan regulasi yang jelas.

Selama ini kendala utama pelaku usaha mengembangkan industri kelautan dan perikanan
adalah infrastruktur minim, ketidakpastian bahan baku, dan tidak ada kesinambungan logistik.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan sebaiknya diperkuat ketimbang mengganti nama dan terpenting aturan dan fungsinya jelas,” ujar Herwindo. (LKT) Kompas

Leave a reply