MA Tambah Pengadilan Perikanan

JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan digalakkannya penegakan hukum terhadap pelaku pencurian ikan oleh pemerintah, Mahkamah Agung juga menyiapkan diri untuk mengantisipasi melonjaknya perkara perikanan. Pada Kamis (11/12), MA menambah lagi jumlah pengadilan perikanan sehingga total terdapat 10 pengadilan perikanan di seluruh Indonesia.

Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali, di Ambon, Maluku, hari ini, meresmikan tiga pengadilan perikanan yang masing-masing menginduk di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, PN Merauke, dan PN Sorong. Pembentukan tiga pengadilan perikanan tersebut dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014. Peresmian dilakukan di PN Ambon.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengungkapkan, pihaknya sudah siap jika nantinya akan terdapat penambahan jumlah perkara perikanan. Perkara-perkara itu bakal diadili di pengadilan perikanan yang terdekat dengan lokasi terjadinya pencurian ikan.

Pembentukan pengadilan perikanan merupakan amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang mulai diundangkan 6 Oktober 2004. Pengadilan perikanan dibentuk pertama pada 2007 di lima pengadilan, yaitu PN Jakarta Utara, PN Medan, PN Tual, PN Bitung, dan PN Pontianak. Penambahan jumlah pengadilan perikanan terus dilakukan hingga pada 2014 terbentuk 10 pengadilan. Pengadilan perikanan merupakan pengadilan khusus yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan yang berada di bawah lingkup peradilan umum.

Dulu tidak ada perkara

Mantan Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko menyatakan, MA sudah merekrut hakim ad hoc perikanan untuk pengadilan tingkat pertama secara bertahap sejak 2007. Ada 54 hakim ad hoc perikanan yang akan bersama-sama dengan hakim karier bersertifikat perikanan untuk menangani kasus-kasus yang masuk. Namun, setelah aparat pengadilan siap menampung perkara pidana pencurian ikan, justru tidak ada perkara yang masuk.

”Setelah pengadilannya aktif, justru perkaranya yang tidak ada. Di Jakarta Utara, selama dua tahun pertama sejak pengadilannya dibentuk, tidak ada satu perkara pun yang masuk. Saya sampai berpikir, kalau keadaannya begini, apakah sebaiknya dibubarkan saja. Sebab, kita sudah keluar biaya banyak, tetapi tidak ada manfaatnya,” tutur Djoko, yang dahulu mengepalai urusan semua peradilan khusus, seperti peradilan korupsi, perikanan, anak, dan HAM.

Pengadilan tanpa perkara, katanya, tak hanya terjadi di pengadilan perikanan di PN Jakarta Utara. Sejumlah pengadilan perikanan lain pun nihil perkara.

Sinergi

Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Jakarta, seusai melepas pasukan TNI yang ikut misi perdamaian PBB ke Lebanon, mengatakan, perlu ada sinergi dalam penanganan pencurian ikan. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan digunakan TNI Angkatan Udara untuk melakukan observasi lewat patroli udara. Data dari TNI AU kemudian diberikan kepada TNI Angkatan Laut untuk mengeksekusi.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mengharapkan upaya pemberantasan penangkapan ikan ilegal juga tidak hanya menyentuh kapal ikan asing ilegal, tetapi juga kapal ikan dalam negeri yang menangkap ikan ilegal.

Penanganan pelanggaran secara merata diperlukan mengingat masih banyak kapal ikan dalam negeri yang juga memanfaatkan jaringan mafia untuk memuluskan kejahatan perikanan.

Dalam dua pekan terakhir, TNI AL telah menahan tiga kapal nelayan yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Maluku. Pangkalan TNI AL Kota Tual menahan KM Jurong Jaya dan KM Orama Uli 09, sedangkan Pangkalan Utama TNI AL IX Ambon menahan KM Fak-Fak Jaya Karya.

Perwira Staf Operasi Pangkalan TNI AL Tual, Mayor Laut (P) Mufianto Machfud, mengatakan, KM Jurong Jaya didapati menangkap ikan di luar daerah penangkapan (fishing ground) dan menggunakan jaring penangkap yang ukurannya tidak sesuai dengan surat izin penangkapan ikan. (RAZ/ZAL/FRN/LKT/EDN/ANA)

Leave a reply