Kelautan Memiliki Masalah
JAKARTA, KOMPAS- Keberpihakan pemerintah mendatang untuk menangani sektor kelautan dan perikanan pcrlu dibuktikan. Presiden mendatang diharapkan bisa mengatasi egosektorallintas kementerian dan lembaga guna membangkitkan maritim.
Demikian terungkap dalam dialog kebangsaan “Agenda Kelautan Pasca Pilpres 2014″ di Jakarta, Kamis (17/7). Laut merupakan sumber pangan yang sangat potcnsial.
Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengatakan,
pemerintah mendatang perlu belajar dari kegagalan pengelolaan laut.
Ia menambahkan, ada logika terbalik dalam10 tahun pemerintahan terakhir. Tren anggaran sektor kelautan dan perikanan terus meningkat, tetapi tidak ada korelasi positif terhadap kesejahteraan nelayan dan kedaulatan ekonomi. Hal ini mengindikasikan kepentingan politik telah menyandera sektor ekonomi kelautan.
“Pemerinlah mendatang jangan lagi tersandera kepentingan politik untuk memajukan kelautan,” katanya.
Saat ini, ada 17 kementerian dan lembaga yang menangani scktor kelautan kerap diwarnai tumpang tindih dan tarik-menarik kcpentingan. Egoscktoral Lintas pcmerintah mcndominasi, sedang infrastruktur kelautan tidak cukup untuk mengimbangi sektor lain sehingga laut semakin tcrtinggal. Upaya mendorong tata kelola dan pembangunan kelautan harus dinilai dari keberpihakan anggaran. Alokasi APBN dan alokasi APBD harus menambahkan indikator luas lautan.
Selama ini tolak ukur alokasi anggaran mengacu pada luas daratan, jumlah penduduk, dan kontribusi ekonomi. Pertimbangan ekonomi kelautan selama ini sudah tercantum dalam rancangan (draf) UU Kelautan.
Akan tctapi, perumusan UU Kelautan terhenti sejak 2001 atau hampir 13 tahun. Ahli hukum laut dari Universitas Indonesia Chandra Motik mengatakan, regulasi kelautan
yang dilupakan pemerintah hingga kini adalah UU Kelautan dan UUMaritim. Minimnya visi kelautan itu menyebabkan Indonesia sebagai negara kepulauan belum mampu
bangkit menjadi negara maritim.
UU Kelautan berperan sebagai payung hukum pengelolaan ekonomi laut, ikan, zona ekonomi cksklusif (ZEE) dan negara kepulauan, termasuk aspek perdatanya. Adapun UU Maritim bcrperan sebagai payung hukum untuk angkutan, pelabuhan, galangan kapal, dan konvensi intcrnasional. (LKT)
Leave a reply
Leave a reply