Izin Bisnis Dipangkas, Investor AS Guyur Indonesia Rp 730 T

Pebisnis Amerika Serikat (AS) berjanji segera mengucurkan dana investasi di berbagai sektor strategis senilai 61 miliar dolar AS atau sekitar Rp 730 triliun. Pemerintah segera memangkas izin bisnis. Kalangan pengusaha lokal meminta investor AS mau menggarap proyek infrastruktur.

Kemarin, pemerintah bersama Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan America Chamber of Commerce in Indonesia (AmCham), menggelar US-lndonesia lnvestment Summit di Hotel Mandarin, Jakarta.

Acara ini dihadiri sejumlah perwakilan pemerintah dan ratusan pengusaha dari kedua negara. Antara lain, Menko Bidang Maritim Indroyono Soesilo, Wakil Menteri Luar Negeri Abdurahman M Fachir, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Blake Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi, Kepala Hubungan Internasional Kamar Dagang A Myron Brilliant dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM yang juga ketua penyelenggara US-Indoneia Investment Summit Rimawan Hariyoga mengatakan, pihaknya menggelar acara ini sebagai tempat untuk bertukar informasi. Termasuk membahas banyak hal. Mulai dari peluang investasi hingga kebijakan baru pemerintah.

Dia menilai, pertemuan ini sangat penting karena pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.

”Presiden Jokowi telah menekankan ambisinya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 persen per tahun pada 2018 mendatang. Namun belakangan ini terdapat tantangan. pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurun pada kisaran 5,1 persen pada kuartal terakhir 2014.” papar Hilmawan.

Dia lantas memaparkan hasil studi berjudul Partners in Propsperity: US,Investment in Indonesia tahun 2013. Dia mengungkapkan, di dalam laporan tersebut di sebutkan, sejak 2004-2012 Foreign Direct Invesment (FDI) lndonesia dari AS mencapai 65 miliar dolar AS dengan jumlah tersebut, menempatkan pebisnis AS menjadi mitra investor terbesar lndonesia.

”Jika iklim investasi lndonesia cukup kondusif, dalam lima tahun mendatang diperkirakan ada tambahan investasi baru sebesar 61 miliar dolar AS,”‘yakin Hilmawan.

Hilmawan menuturkan, peluang investasi tersebut dapat terwujud apabila komunikasi pemerintah dan pelaku bisnis terjalin dengan baik dan ada kepastian kemudahan bisnis.

Incar Sektor  Strategis

Menteri Indroyono Soesilo menyatakan, negeri Paman Sam siap meningkatkan investasinya di lndonesia. “Mereka sudah siap investasi sebesar 61 miliar hingga 5 tahun ke depan,” katanya.

Indoroyono mengungkapkan, pebisnis AS berencana masuk ke semua sektor strategis. Antara lain sektor transportasi khususnya rel kereta, pelabuhan, pariwisata, perikanan, listrik hingga minyak dan gas (migas).

“Saya buka semua ke mereka, tergantung mereka mau yang mana,” imbuhnya.

Untuk mendorong penciptaan iklim investasi yang kondusif, Indroyono menegaskan pemerintah siap menampung masukan dan permintaaan investor AS.

Dia menuturkan, pemerintah juga akan merampingkan dan mempersingkat proses perizinan, memberikan jaminan dan mempercepat pembebasan Lahan yang selama inimenjadi kendala proyek infrastruktur di Indonesia.

Wakil Ketua Kepala Hubungan Internasional Kamar Dagang AS Myron Brilliant merespons positif target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Menurut Brilliant, para pebisnis AS siap mendukung target tersebut.

“Investor Amerika semangat untuk bekerja dengan Presiden Joko Widodo dan membantu rencana pertumbuhan ekonomi beliau,” kata Brilliant.

Sedangkan Ketua Apindo Sofjan Wanandi berbarap, perusahaan asing, termasuk AS , yang akan berinvestasi di lndonesia masuk ke sektor di luar pertambangan seperti infrastruktur dan pembangunan smelter.

“Kita sudah lakukan pembicaraan dengan mereka. Kita sudah sampaikan apa yang kita inginkan dari mereka. Selama ini Amerika senangnya investasi mentah-mentah aja. Sekarang mereka harus membuat smelternya di sini,” kata Sofjan. (Rakyat Merdeka)

Leave a reply