Ironi Negara Maritim
PENANGKAPAN ikan secara ilegal oleh kapal asing di Indonesia sudah menjadi fakta. Itu menunjukkan wilayah perairan Indonesia kaya akan ikan. Ironisnya, dalam laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), The State of World Fisheries and Aquaculture 2014, Indonesia tidak termasuk negara dalam 10 besar negara eksportir ikan. Indonesia sebagai negara maritim luput dari catatan organisasi dunia sebagai eksportir ikan.
Berdasarkan laporan itu, 10 negara eksportir ikan adalah Tiongkok, Norwegia, Thailand, Vietnam, Amerika Serikat, Cile, Kanada, Denmark, Spanyol, dan Belanda. Pada 2012, nilai ekspor Thailand 8,07 miliar dollar AS dan Vietnam 6,27 miliar dollar AS. Nilai itu jauh lebih besar daripada nilai ekspor ikan dan udang dari Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik yang diolah Kementerian Perdagangan, nilai ekspor ikan, termasuk udang, dari Indonesia pada 2012 hanya 2,75 miliar dollar AS. Pada 2013, nilai ekspornya 2,85 miliar dollar AS. Per September 2014, nilai ekspor baru 2,26 miliar dollar AS. Data itu menunjukkan sektor perikanan Indonesia ibarat ”babak belur” dalam mendorong ekspor, kegiatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan harkat bangsa. Sektor perikanan ”dijajah” oleh praktik penangkapan ikan secara ilegal.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, persoalan penangkapan ikan secara ilegal (ilegal fishing) ibarat gunung es. Apa yang terlihat selama ini hanya bagian permukaan. Penangkapan ikan ilegal menyimpan berbagai persoalan lain yang tak terungkap, seperti perdagangan kayu ilegal dan perdagangan manusia yang menggunakan atau berkedok kapal ikan.
Dari laporan FAO, dari 54 negara yang dikaji, kerugian praktik illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU) diperkirakan 11 juta-26 juta ton ikan dengan nilai 10 miliar-23 miliar dollar AS. Jumlah penangkapan ikan yang tak dilaporkan dari Indonesia diperkirakan 1,5 juta ton per tahun. Tak ada angka pasti berapa nilai kerugian akibat praktik IUU di Indonesia. Diperkirakan, kerugiannya lebih dari Rp 100 triliun per tahun.
Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang secara terbuka melarang alih muat kapal di laut adalah kebijakan tepat. ”Genderang perang” terhadap praktik IUU perlu didukung dan dilaksanakan secara konsisten. Selanjutnya, bagaimana memberdayakan nelayan lokal dan industri perikanan berjaya menjadi pekerjaan rumah yang berat. Kebijakan Susi itu awal perjalanan menuju ajaran Trisakti Bung Karno, terutama berdikari di bidang ekonomi. (Ferry Santoso) Kompas
Leave a reply
Leave a reply