Investasi Uni Eropa Di Indonesia Capai 3,2 Miliar Dolar AS
DELEGASI pengusaha Uni Eropa kemarin menggelar dialog bisnis dengan pengusaha dalam negeri yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) lndonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ketua Kamar Dagang Eropa (EuroCham) untuk Indonesia Jakob Friis Sorensen menilai, program pemerintah akan rnengembangkan sektor maritim, termasuk membangun pelabuhan, akan membuka ruang potensi peningkatan investasi pengusaha Eropa di Indonesia. “Dengan visi untuk menghidupkan kembali Indonesia sebagai negara maritim, saya sangat optimistis pembukaan awal hubungan bilateral Eropa dan Indonesia dapat digandakan,” kata Sorensen di Jakarta, kemarin.
Dia rnenyebutkan, selain industri maritim, pihaknya tertarik investasi pada sektor- sektor seperti otomotif, agribisnis, makanan dan minuman, infrastruktur, farmasi, kosmetik dan energi. Namun Sorensen tidak mau membeberkan target investasi Uni Eropa di Indonesia. Dia beralasan, keputusan investasi berada di masing-masing perusahaan swasta di Eropa. Euro Cham hanya menjembatani komunikasi saja.
Sorensen yakin, patensi investasi Uni Eropa di Indonesia masih sangat besar. Sebab, Eropa tercatat sebagai penyuntik Penanam Modal Asing (PMA) terbesar di dunia. “Dari total investasi kami, 20 persennya ke negara Asia. Adapun sebesar 12 persen dari Asia kami investasikan di Indonesia, yang pada 2014 sudah mencapai 3,2 miliar dolar AS,” terang Sorensen. Acara forum bisnis ini dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK.). Hadir dalam forum ini Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Dalam kesempatan itu, JK menjanjikan akan memperbaiki tingkat kenyamanan investasi di Indonesia.
Kepentingan Jepang
Sementara itu, kalangan pengamat mengkritik rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya yang dinilai sebagai bentuk ketundukan pemerintah terhadap kepentingan Jepang. Ekonom dari Universitas Pelita Harapan Tjipta Lesmana mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana pembangunan Pelabuhan di Cilamaya dan merelokasinya ke Jawa Tengah. “lronis jika pemerintah hanya mementingkan pembangunan pelabuhan tersebut demi melayani produsen otomotif, terutama yang memproduksi kendaraan murah,” ujar Tjipta.
la menilai, di tengah krisis BBM, antara lain disebabkan oleh industri otomotif yang tidak terkontrol, pemerintah malah menganak emaskan para investor otomotif yang mayoritas dari Jepang. , “lni kontradiktif sekali. Apakah ini kepentingan Jepang? Yang saya tahu, pabrik mobil mereknya ada di sana semua. Jadi butuh pelabuhan. Terlebih kalau konsultan perencanaannya dan Jepang,” katanya. .·
Karena itu dia mendesak agar proyek tersebut dtbatalkan karena menggangu beberapa aset nasional yang selama ini memberi pemasukan besar bagi APBN. ( Rakyat Merdeka)
Leave a reply
Leave a reply