Infrastruktur Penunjang Mendesak

JAKARTA—Rencana pemerintah membangun pola pergerakan barang melalui laut yang terintegrasi dalam sistem logistik nasional perlu ditunjang infrastruktur lain.

Utama Kajo, Ketua Komite Tetap Tata Ruang dan Pendayagunaan Lahan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, mengatakan pemerintah harus menyiapkan infrastruktur penunjang agar konsep tol laut dan sistem logistik nasional bisa dilaksanakan.

“Lima tahun ke depan [setelah pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang] baru memungkinkan [tol laut yang terintegrasi sistem logistik nasional] dilaksanakan,” ujarnya, Selasa (25/11).

Konsep tol laut dilaksanakan dengan penjadwalan operasional kapal berdaya angkut hingga 3.000 unit peti kemas (twenty foot equivalent units/Teus). Kapal ini akan
singgah di enam pelabuhan utama dan 24 pelabuhan pengumpul.

Adapun sistem logistik nasional merupakan pemusatan ekspor dan impor. Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra Utara dan Bitung, Sulawesi Utara sedianya menjadi titik bongkar dan muat.

Dedy Supriadi Priatna, Deputi Sarana dan Prasarana, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, mengatakan pembangunan infrastruktur penunjang konsep tol laut memerlukan
Rp699,9 triliun. Kebutuhan tersebut akan ditanggung pemerintah dan swasta.

Dari total dana tersebut, kata dia, pembangunan 24 pelabuhan utama membutuhkan Rp243,7 triliun, pembangunan 80 pelabuhan khusus—untuk minyak sawit mentah dan batu bara—perlu Rp41,5 triliun, dan pembangunan 1.481 pelabuhan rakyat butuh Rp198,1 triliun.

Dedy mengatakan pembangunan pelabuhan kecil dan pembelian kapal perlu Rp7,5 triliun. Adapun pengadaan fasilitas kargo harus didukung Rp40,6 triliun.

Agar tol laut bisa maksimal dibutuhkan pula belanja modal Rp101,7 triliun untuk membeli kapal kontainer, kapal barang perintis, dan sebagainya. Berbagai fasilitas ini perlu didukung galangan senilai Rp10,8 triliun.

Pemerintah, kata dia, mengembangkan pula jalan raya ataupun kereta api, dengan kebutuhan investasi Rp50 triliun. Selain itu, berbagai fasilitas perlu didukung pengamanan yang memerlukan dana Rp6 triliun.

“Khusus untuk sistem logistik nasional kemungkinan baru terlaksana setelah 2020, ini untuk memastikan kesiapan infrastruktur,” katanya.

PERAN PELNI

Sementara guna menurunkan biaya logistik, Kementerian Perhubungan mendesak PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) meningkatkan pelayaran pengangkutan barang.

Staf Ahli Menteri Bidang Logistik dan Multimoda sekaligus Plt Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Sugiharjo mendorong Pelni bisa mendukung pelaksanaan konsep tol laut dengan memperbesar angkutan barang. Saat ini, perusahaan pelat merah tersebut memiliki tiga kapal barang, satu kapal roro dan 25 kapal penumpang.

“Ini tantangan untuk Pelni yang saat ini porsinya masih 90% penumpang dan 10% barang,” katanya melalui siaran pers, Selasa (25/11).

Menurutnya bila didukung dengan konsep pelayaran jarak pendek (sea short shipping) maka penambahan kapal barang bisa cepat dilakukan. Terlebih, bila pola pelayaran ini ditambah insentif, yang salah satunya tarif bongkar muat lebih murah.

Direktur Utama Pelni Sulistyo Wimbo Hardjito mengatakan konsep tol laut masih dibahas dengan Kementerian Pehubungan, utamanya terkait dengan rute, pengadaan kapal dan anggarannya.

“Kami kemungkinan besar akan menyewa dan tidak membeli [untuk kapal barang],” katanya. (Bisnis Indonesia)

Leave a reply