Importir Minta Penyurvei dan Asuransi

JAKARTA, KOMPAS – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia dan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia menuntut adanya lembaga independen yang mampu menilai kondisi peti kemas dan asuransi yang bisa
menanggung kerugian akibat kerusakan peti kemas.

“Biaya kerusakan peti kemas yang tidak transparan dan pengembalian uang deposit jaminan peti kemas menjadi salah satu faktor yang membuat ongkos logistic menjadi mahal,” kata Kelua Umwn ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, di Jakarta, Selasa (9/ 9).

Ia menjelaskan, uang jaminan peti kemas diserahkan kepada perusahaan pelayaran global saat menebus delivery order (DO) untuk kegiatan impor. Uang itu dibayarkan melalui agen pelayaran di dalam negeri untuk mengantisipasi jika terjadi kerusakan atau reparasi peti kemas.

Selama ini GINSI dan ALFI dibebani biaya uang deposit peti kemas mulai Rp 750.000 hingga Rp 3 juta per peti kemas, bergantungg pada keinginan pelayaran. Uang itu sebagai pengganti jika peti kemas mengalami kerusakan.

Jika rusak parah, importir harus menambah uang deposit. Jika peti kemas dalam kondisi baik, uang deposit itu akan dikembalikan. Namun, pengembalian uang sering sampai empat bulan. “Memang ada pelayaran yang tidak mengenakan biaya deposit ini, tetapisangat sedikit. Ini yang menjadi keluhan anggota saya. Bayangkan saja, jika ada 100 peti kemas yang dipinjam seorang importir, berapa biaya yang harus ditanggung’?” ujar Yukki.

Sebagai catatan, peti kemas yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok pada 2013 hampir 7 juta peti kemas.

Menurut Yukki, seharusnya ada lembaga i.ndependen yang menilai kondisi riil peti kemas, dari sebelum berangkat sampai dikembalikan kepada pihak pelayaran. Untuk mengurangi risiko, sebaiknya melibatkan asuransi.

Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) GINSI Bidang Kepelabuhanan dan Kepabeanan Subandi mengatakan, keterlibatan lembaga penyurvei independen ini diterapkan dalam penerbitan dokumen equipment interchange receipt (EIR) di Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabullan Belawan, dan Pelabuhan Makassar.

Dengan EIR dari penyurvei independen, importir tahu catatan kondisi peti kemas yang sebenarnya. Dengan demikian, pelayaran tak bisa mengalihkan tanggung jawab semua kerusakan kepada importir . (Kompas)

Leave a reply