Galangan Kapal RI Kalah dengan Vietnam
JAKARTA. Industri galangan kapal Indonesia rupanya masih tertinggal dari industri galangan kapal Malaysia dan Vietnam. Padahal luas wilayah lautan di kedua negara itu hanya secuil jika dibandingkan dengan luas lautan Indonesia.
Eddy Kurniawan Logam, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas
Pantai Indonesia (Iperindo) bilang, produktivitas industri galangan kapal Malaysia dan
Vietnam lebih tinggi dari Indonesia.
“Indonesia nomor tiga di Asia Tenggara. Padahal kita negara maritim terbesar,” kata
Eddy pada Rabu (13/8). Selain soal produktivitas, produk kapal yang diproduksi
oleh Malaysia dan Vietnam juga lebih murah dari kapal yang diproduksi Indonesia.
Kondisi itu terjadi karena industri galangan kapal di Indonesia terbebani pungutan berupa
pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk (BM) impor bahan baku komponen kapal. Adapun besar pungutan ke industri galangan kapal itu adalah: 10% untuk PPN dan 5%-12,5% untuk bahan baku.
“Negara lain malah memberikan insentif untuk industri galangan, di Indonesia justru
dibebani pajak,” tegas Eddy. Seandainya PPN dan bea masuk dihapuskan, Eddy yakin,
Indonesia bisa menjadi industri galangan kapal terbesar di ASEAN. Agar hal itu terwujud, Eddy minta PPN dan bea masuk impor bahan baku kapal dihapus.
Eddy bilang, biaya impor mesin dan bahan baku itu mengantongi porsi 60%-70% dari
biaya produksi kapal. Di antara bahan baku kapal yang diimpor adalah: mesin, pompa, baling-baling, komponen elektronik seperti alat navigasi, alat komunikasi seperti
GPS, dan lain-lain. Sisa bahan baku lainnya di pasok dari dalam negeri seperti pelat
baja, elektroda dan lain-lain.
“Kami impor komponen karena sebagian belum bisa diproduksi,” terang Eddy. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan seperti dikutip Iperindo, per Maret 2014
populasi kapal niaga Indonesia tercatat 13.224 unit, atau tumbuh 119% dari jumlah kapal
Maret 2005 yang tercatat 6.041 unit.
Eddy bilang, industri galangan kapal dalam negeri hanya menikmati 10% dari kebutuhan kapal per tahun. Sisa pengerjaan kapal lainnya dinikmati industri kapal di luar negeri. Asal tahu saja, kebutuhan kapal dalam negeri per tahun adalah 1,2 juta gross
tonnage (GT) atau bobot mati setara 1,68 juta DWT (dead weight tonnage). Adapun kapasitas produksi kapal dalam negeri saat ini baru mencapai 900.000 DWT per tahun, dengan kapasitas terpasang cuma sekitar 60%. (Benediktus Krisna Yogatama)
Leave a reply