Feri Kembali Tidak Beroperasi

Ombak Laut Mencapai 6 Meter
KUPANG, KOMPAS- Setelah normal selama tiga hari, pengoperasian feri yang melayani sejumlah rute di Nusa Tenggara Timur sejak Minggu (10/8)
kembali dihentikan akibat cuaca buruk yang ditandai amukan gelombang laut setinggi 4-6 meter. PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
merencanakan pola buka-tutup jika memungkinkan.

Gelombang tinggi menyebabkan pula puluhan penumpang yang hendak diberangkatkan dari Pelabuhan Slamet Riyadi, Kota Ambon, Maluku, menuju Bula, ibu kota Kabupaten Seram Bagian Timur, NTT, tertahan. General Manager PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry NTT Arnol Yansen, di Kupang, Senin, membenarkan, pengoperasian feri di daerah itu kembali dihentikan akibat cuaca berubah
buruk. “Rute pelayaran feri di NTT untuk sementara ditutup semuanya,” ungkap Arnol.

Terkait rencana buka-tutup pengoperasian feri di tengah cuaca yang belum menentu, Arnol menyatakan, pihaknya akan selalu berkonsultasi dengan syahbandar setempat. Konsultasi itu guna memastikan kemungkinan pengoperasian feri memanfaatkan
celah saat cuaca mereda Ia mengatakan, gangguan cuaca hingga menghentikan pelayaran feri di NTT selama hampir dua pekan Agustus ini telah mengakibatkan kerugian lebih dari Rp 800 juta di pihak ASDP.

Dari dermaga penyeberangan feri di Bolok, Kupang, diperoleh keterangan, penghentian pengoperasian feri mengakibatkan antrean mobil yang akan menyeberang
bertambah panjang. Hingga Senin petang, jumlahnya sekitar 40 kendaraan, terutama
truk. “Sebagian besar di antaranya tujuan Rote,” ujar Hermin Welkis dari ASDP Bolok.
Namun, di rute Labuan Bajo, NTT-Sape, Nusa Tenggara Barat, Senin, feri kembali dioperasikan. Sebelumnya, layanan di rute itu terhenti sejak Senin (4/8) akibat
gelombang tinggi dan angin kencang.

Sejak pekan lalu
Di Ambon, sebagian calon penumpang kapal sudah naik ke kapal sejak Rabu pekan lalu,
tetapi kapal belum berlayar. Kondisi itu membuat keuangan mereka mulai menipis.
Pantauan Kompas, Senin, penumpang tidur di dalam KPM Bobot Masiwang, kapal milik PT ASDP. Mereka umumnya anak-anak dan para ibu. Sabtu lalu, kapal itu sudah diberangkatkan, tetapi dalam perjalanan diperintahkan balik lagi karena gelombang tinggi. Waktu perjalanan Ambon ke Bula paling cepat 20 jam.

Bain Humual (32), penumpang, menuturkan, ia bersama Seluruh anggota keluarganya tidur di dalam kapal sejak Rabu pekan lalu. Selama enam hari itu, jumlah uang yang ia keluarkan untuk kebutuhan makan-minum sudah melampaui Rp 1,5 juta Ia mengaku telah kehabisan uang dan akan menjual telepon genggamnya kepada penumpang atau awak kapal.

Kurangi kenyamanan
Gelombang tinggi juga mengurangi kenyamanan pengunjung di beberapa tempat wisata di Banten. Mereka enggan berenang karena khawatir mengalami musibah.
Bahkan, di pesisir Banten bagian selatan wisatawan dilarang berenang. Kondisi itu berlangsung sejak dua pekan lalu. Johan Permana (27), pengelola homestay Chiara dan Queen di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Senin mengatakan, di Pantai Pasir Putih Sawarna, wisatawan dilarang berenang. Arus sangat kuat dan gelombang sedang tinggi, bisa mencapai 2,5 meter.

Sebagian wisatawan mengeluhkan larangan itu. Namun, beberapa korban yang tewas saat berenang di Sawarna juga membuat sejumlah wisatawan cemas. Kurang dari dua pekan ini, terjadi tiga kecelakaan yang menyebabkan empat wisatawan meninggal
terseret arus. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kabupaten Serang Hardomo mengungkapkan, gelombang tinggi memang
berpengruh terhadap kunjungan Wisatawan kawasan wisata Anyer.
Menurut Mario Sardadi Utomo dari Humas PT ASDP indonesia Ferry Cabang Merak, Banten, gelombang tinggi belum berpengaruh pada pelayaran dari Merak ke Bakauheni, Lampug. (ANS/ FRN/DAY)

Leave a reply