Dewan Kelautan Diperjelas

JAKARTA, KOMPAS — Peran Dewan Kelautan Indonesia harus diperjelas agar tidak tumpang tindih dengan fungsi kementerian/lembaga dalam mengelola kelautan. Saat ini, pemerintah telah memiliki Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Badan Koordinasi Keamanan Laut yang disiapkan menjadi badan keamanan laut.

Hal itu terungkap dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Dewan Kelautan Indonesia (Dekin), di Jakarta, Senin (17/11). Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan, pemerintah perlu memperjelas fungsi dan peran Dekin dengan adanya Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Bakorkamla.

Jika Dekin masih diperlukan, kewenangannya harus berbeda dengan kelembagaan yang sudah ada. Namun, jika tidak diperlukan lagi, Dekin bisa dilebur ke kelembagaan lain.

”Seperti apa arah dan kebijakan Dekin, jangan sampai tumpang-tindih dengan kelembagaan yang sudah ada,” kata Viva Yoga.

Sekretaris Dekin Dedy Sutisna mengatakan, hingga saat ini, keanggotaan Dekin terdiri atas 13 kementerian/lembaga.

Beberapa program kerja Dekin periode 2015-2019 antara lain Sail Indonesia, sidang pleno tata kelola kelautan, ekonomi kelautan, pertahanan keamanan dan keselamatan, lingkungan laut, serta pembentukan Dekin daerah.

Anggota Dekin, Laksamana Madya (Purn) Djoko Sumaryono, yang juga mantan Kepala Bakorkamla, mengatakan, terdapat perbedaan peran antara Kementerian Koordinator Kemaritiman, Bakorkamla, dan Dekin.

Dekin memegang peran strategis sebagai wadah konsultasi antara regulator dan operator di bidang kelautan dan perikanan. Kementerian Koordinator Kemaritiman memiliki peran koordinasi dalam mengelola potensi kelautan, sedangkan Bakorkamla untuk pengawasan dan keamanan laut.

”Di laut, ego sektoral tinggi sekali. Jangan terus-menerus dibiarkan dan lupa mengasah diri. Badan keamanan laut perlu segera dibentuk sebagai solusi untuk mengatasi ego sektoral,” katanya.

Peran konkret

Anggota Komisi IV DPR, Anton Sihombing, mengemukakan, Dekin harus berperan konkret dan meyakinkan pemerintah dalam mewujudkan poros maritim dunia melalui program kerja nyata.

Misalnya, memetakan kebutuhan pelabuhan di Indonesia bagian timur, pelabuhan yang menjadi prioritas, dan sistem pelayaran reguler.

Hal senada dikemukakan Khaeruddin. Konektivitas antarpulau harus didorong untuk pemerataan ekonomi wilayah. Angkutan kapal harus dioptimalkan untuk angkutan barang dan distribusi logistik.(Kompas)

Leave a reply