Celah Eksploitasi oleh Pihak Asing
JAKARTA, KOMPAS- Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengemukakan, Indonesia membutuhkan Undang-Undang Kelautan untuk memperbesar kehadiran negara di laut serta mempercepat konsolidasi kelembagaan dan instrumen hukum di laut sehingga pengelolaan laut menjadi optimal.
Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan hingga Senin (29/9) pukul 21.00 masih menunggu pengesahan RUU yang lain.
Jika disahkan, UU itu akan menyelesaikan sebagian persoalan di laut, di antaranya kelembagaan pengawasan laut dan peningkatan alokasi anggaran daerah kepulauan. Akan tetapi, hal itu belum menjawab kepentingan strategis, seperti mewujudkan kedaulatan ekonomi di laut agar bangsa Indonesia menjadi tuan rumah di laut sendiri.
Substansi UU Kelautan masih mengandung sejumlah celah penyimpangan, antara lain pengaturan izin lokasi yang bernuansa eksploitatif dan melenceng dari fungsi awal UU Kelautan, yakni mengonsolidasikan regulasi dan kelembagaan di laut.
Indonesia telah mengeluarkan skema perizinan di perairan kurang dari 22,22 kilometer dan kini UU Kelautan mempromosikan skema izin lokasi di atas 22,22 km hingga 370,4 km.
Hal itu dikhawatirkan membuka lebar peluang dilibatkannya swasta asing dalam pemanfaatan laut ZEEI, khususnya untuk pertambangan dan industri perikanan.
“Penentuan skema perizinan untuk wilayah 12-200 mil laut (22,22-370,4 km) ceroboh karena kita belum mengetahui persis kekayaan di perairan itu,” katanya, di Jakarta, Senin (29/9).
Kedepan, diperlukan perhatian khusus terhadap peraturan pemerintah untuk menghindari arus liberalisasi di laut yang berdampak pada semakin sempitnya kesempatan rakyat untuk memanfaatkan potensi kelautan.
Sementara itu, terjadi ambiguitas kegiatan reklamasi dalam Pasal 27 UU Kelautan. Pengaturan reklamasi telah digunakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pekerjaan Umum sehingga bcrpotensi tumpang tindih dan destruktif.
Kelemahan lain, tidak dimasukkan cuaca ekstrem akibat badai tropis dan asidifikasi (pengasaman) air laut scbagai bentuk bencana pemanasan global. Padahal, keduanya penting disebutkan karena memberi dampak nyata bagi nelayan dan laut.
Terobosan UU Kelautan untuk mendorong politik anggaran provinsi /kabupaten/ kota untuk pembangunan kelautan tidak ditopang skema disinsentif apabila daerah abai mengalokasikan anggaran untuk pembangunan kelautan berperspektif kepulauan dan melindungi warganya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengemukakan, pengesahan UU Kelautan akan menjadi sejarah karena merupakan UU pertama yang dihasilkan DPR, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah yang melampaui proses panjang.
Inisiatif pembentukan UU Kelautan mulai digulirkan sejak awal reformasi dan dilakukan pembentukan Dewan Maritim lndonesia yang berganti nama menjadi Dewan Kelautan Indonesia pada tahun 2007.
UU Kelautan penting karena dua alasan. Pertama, Indonesia merupakan penggagas konsepsi negara kepulauan berciri Nusantara. Deklarasi Djuanda 1957 adalah tonggak sejarah pertarma perjuangan diplomasi menuju pengakuan dunia.
Kedua, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi ekonomi, keanekaragarnan hayati, dan budaya bahari.
Sumber daya kelautan meliputi tiga hal. Pertama, sumber daya alam terbarukan, antara lain perikanan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, dan padang lamun (seagrass).
Kedua, sumber daya alam tak terbarukan, yaitu minyak, gas bumi, bahan tambang, dan mineral lain. Ketiga, energi kelautan berupa energi gelombang, energi pasang surut, energi arus laut, dan energi panas laut.
Sharif menambahkan, salah satu substansi penting dalam UU Kelautan adalah penegasan Indonesia sebagai negara kepulauan yang, menurut Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, selain memiliki laut teritorial, wilayah yurisdiksi, dan kawasan dasar laut, juga mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan potens maritim di laut lepas.
“Penegasan ini mengisyaratkan bahwa Indonesia, selain akan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya lautnya sendiri, juga akan mulai berkiprah di laut lepas
dan kawasan dasar laut,” katanya. (Kompas)
Leave a reply