Larangan Alih Muatan Ikan juga Berlaku bagi Nelayan Kecil
JAKARTA. Para nelayan penangkap ikan bakal gigit jari. Pasalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa larangan bongkar muat kapal di tengah laut atau transhipment berlaku untuk seluruh jenis kapal. Jadi, aturan itu bukan saja berlaku untuk kapal eks asing, nelayan kecil juga dilarang melakukan alih muatan ke kapal pengangkut dengan ditujukan ke unit pengolahan ikan (UPI).
Gelwin Yusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, mengatakan, langkah ini dilakukan untuk menata kembali armada perikanan yang beroperasi. “Ini persoalan yang luas, harus dilihat dari sumber daya alam hayati,” kata Gelwin, Jumat (5/12). Sekadar catatan, dari 11 wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPPRI), potensi perikanan Indonesia mencapai 6,51 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, hanya sekitar 4,5 juta ton–5 juta ton atau 80% dari potensi yang boleh ditangkap.
Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan (KAPI) KKP Balok Budiyanto menambahkan, larangan alih muat juga berlaku untuk kapal satuan manajemen atau satuan armada perikanan, termasuk pursein group (pukat). Balok menjelaskan, alih muatan dari kapal penangkap. Di samping itu, alih muatan dari kapal penangkapan long-line ke kapal pengangkut juga dilarang. Penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal di bawah 10 gross ton (GT) ke kapal pengangkut pun tidak diperbolehkan.
Hal ini dilakukan agar UPI yang selama ini kekurangan bahan baku mendapat pasokan. “Penghentian alih muatan ini tepat, terutama untuk menghindari IUU (illegal, unreported, and unregulated) fishing. Didaratkan tidak sesuai pangkalan, atau tidak didaratkan tapi langsung ekspor,” kata Balok.
Tapi Ketua Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Eddy Yuwono mengaku keberatan bila larangan alih muatan diberlakukan juga untuk kapal nelayan yang ditujukan ke UPI, bukan langsung diekspor.
Dengan adanya kebijakan larangan alih muatan tersebut mengakibatkan biaya produksi perusahaan penangkapan ikan menjadi membengkak. “Kami pengusaha nasional kena dampaknya,” kata Eddy. Eddy mengklaim, dari anggota Astuin yang jumlahnya 900 kapal, seluruh hasil tangkapannya didaratkan ke dalam negeri dan tak ada yang langsung diekspor. Tapi, untuk lebih menghemat biaya, kapal penangkap tak langsung mendaratkan sendiri.
Eddy bilang, bila praktik alih muatan tidak diperbolehkan lagi, maka penangkapan ikan tak mampu mencapai perairan jauh. Kapal hanya bergerak di perairan dekat karena memperhitungkan tingginya biaya BBM. ( Kontan)
Leave a reply
Leave a reply