Tak Ada Toleransi bagi Kapal Asing
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak akan menoleransi izin penangkapan yang berpotensi menimbulkan praktik pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Abdur Rauf Sam menegaskan hal itu di Jakarta, Senin (24/11). Penegasan itu menanggapi rencana Pemerintah Taiwan menegosiasikan larangan kapal Taiwan menangkap ikan di perairan RI.
Rauf menambahkan, kapal asing tidak diizinkan untuk menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Penangkapan tuna juga tidak diperbolehkan lagi di tempat bertelur dan pengasuhan tuna yang terletak di Laut Banda dan perairan selatan Jawa.
”Sekarang sudah tak mungkin untuk renegosiasi. Kita tidak boleh ada maaf untuk praktik penangkapan ikan ilegal, bahkan kapal pencuri ikan kalau perlu ditenggelamkan,” katanya.
Kebijakan penghentian sementara atau moratorium perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan RI untuk mengevaluasi seluruh perizinan kapal ikan. Dari evaluasi itu akan dilihat ketaatan perusahaan terhadap aturan dan izin kapal yang diberikan.
Seperti diberitakan The China Post, Kamis, 13 November 2014, Pemerintah Taiwan akan bernegosiasi dengan Pemerintah Indonesia agar tidak melarang dan memulangkan kapal Taiwan yang menangkap ikan di perairan RI.
Dalam pemberitaan itu disebutkan, Deputi Direktur Jenderal Badan Perikanan Taiwan Tsay Tzu menyatakan akan membahas lebih lanjut kerja sama perikanan dengan Indonesia.
Langkah tersebut berkenaan dengan pengumuman Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang 40-60 kapal ikan tuna asal Taiwan beroperasi di Indonesia guna melindungi kepentingan Indonesia.
Menurut Tsay, perairan Indonesia merupakan jalur migrasi bagi tuna mata besar (big eye) dan tuna sirip kuning (yellowfin) yang sangat diminati pasar dunia. Pihaknya menyadari Pemerintah Indonesia memiliki hak mengatur wilayah perairan Indonesia. Namun, ia juga berharap Pemerintah RI tidak terburu-buru mengambil keputusan melarang kapal tuna Taiwan beroperasi di perairan itu.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan Usaha Penangkapan Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tyas Budiman mengatakan akan mencabut izin penangkapan 40-60 kapal tuna buatan Taiwan. Kapal–kapal berbobot 30-40 ton yang dimiliki warga negara Indonesia tersebut sudah beroperasi sekian lama di perairan Indonesia, tetapi awak kapalnya merupakan warga negara asing.
Nakhoda dan ABK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, kapal perikanan berbendera Indonesia yang menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara RI wajib menggunakan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah menyatakan upaya memberantas penangkapan ikan ilegal di Indonesia karena merugikan negara dan hak nelayan Indonesia.
Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik meminta pemerintah tidak kendur dan menoleransi pencurian ikan oleh kapal asing.
Ia meminta Kementerian Luar Negeri aktif berdiplomasi untuk memperkuat posisi Indonesia di tingkat regional sehingga penegakan hukum terkait praktik penangkapan ikan ilegal tidak dipelintir pihak asing.
”Pemerintah jangan memberikan toleransi. Pihak asing silakan mengikuti proses hukum di Indonesia,” katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Kecamatan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Husdiono menyatakan masih gencar mencari manusia perahu di seputar wilayah itu. Keberadaan manusia perahu terendus dari laporan nelayan yang kehilangan peralatan menangkap ikan yang disimpan di pondok kecil di laut. Sejak Jumat (21/11) hingga Senin (24/11), telah diamankan 526 manusia perahu yang ditemukan di perairan Berau. (Kompas)
Leave a reply
Leave a reply