Pemerintah Perlu Bangun Tujuh Klaster Industri Maritim
JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyarankan pemerintah untuk membangun tujuh klaster industri maritim. Saat ini, tujuh provinsi siap menjadi provinsi maritim.
“Kalau pemerintah ingin membangun industri maritim yang kuat, harus dibuat klaster-klaster industri tersebut yang didasarkan pada sumber daya kelautan masing-masing daerah,” kata Anggota Komite Tetap Kadin untuk Sektor Maritim Nada Faza Soraya di Jakarta, baru-baru ini.
Dia menyebutkan, tujuh provinsi yang siap adalah Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Bangka Belitung, dan Gorontalo.
“Saya rasa mereka siap kalau dibangun klaster industri maritim di daerah tersebut. Mereka merasa memiliki daerah kelautan yang lebih besar,” tambah dia
Nada menegaskan, pembangunan klaster industri tersebut tidak harus mengeluarkan investasi yang besar. Pasalnya, jenis klaster itu akan disesuaikan dengan kekayaan alam daerah bersangkutan, sehingga tinggal melakukan penataan ulang.
“Misalnya di Kepulauan Riau, tinggal dibuat zonasinya, sehingga kegiatan industri kemaritiman bisa lebih fokus dikembangkan,” ungkap dia.
Nada melanjutkan, Kadin siap bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun klaster-klaster tersebut. “Kalau kita bisa mengembangkan klaster industri maritim tersebut sesuai local content, tidak ada negara di dunia yang bisa mengembargo Indonesia untuk produk-produk lautnya,” kata dia.
Selain pembangunan klaster industri maritim, Kadin mendesak pemerintah untuk segera membangun pelabuhan internasional. “Indonesia minimal harus punya 12 pelabuhan internasional, sehingga perekonomian bisa berkembang dengan lebih baik,” ujar Nada.
Dengan hanya dua pelabuhan internasional yang dimiliki saat ini, Nada pesimistis Indonesia bisa bersaing di era pasar bebas seperti sekarang.
Untuk membangun pelabuhan tersebut, pemerintah perlu membuat rencana induk pelabuhan terlebih dahulu. Dengan demikian, pengembangan potensi lautan di Indonesia bisa lebih optimal.
Nada melanjutkan, pembangunan pelabuhan internasional sebaiknya dilakukan di daerah terluar Indonesia yang memiliki laut dalam. Selain untuk mempertahankan kedaulatan negara terhadap kapal–kapal asing, hal itu juga bisa menghidupkan pelayaran rakyat.
“Kapal–kapal luar negeri bermuatan besar nantinya hanya boleh sampai di pelabuhan internasional yang terletak di daerah paling luar Indonesia. Selanjutnya, barang-barang yang dibawa kapal itu akandidistribusikan oleh pelayaran nasional, perintis dan pelayaran rakyat ke seluruh pelosok pulau di Tanah Air,” papar dia.
Banjir Insentif
Sebelumnya, pemerintah siap mengguyur insentif kepada industri maritim. Tujuannya untuk mendukung perkembangan industri maritim sekaligus mendukung doktrin Poros Maritim Dunia Presiden Joko Widodo (Jokowi). Insentif fiskal dan nonfiskal akan diberikan kepada 88 industri galangan kapal di luar Batam.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menyatakan, pemerintah akan ekspansif mendorong industri maritim. Ini dilakukan dengan membentuk tim khusus untuk membahas program dan insentif yang diperlukan industri ini. “Pembentukan tim ditargetkan rampung dalam sepekan,” ujar dia, belum lama ini.
Dia menjelaskan, pemerintah mempertimbangkan empat insentif fiskal untuk galangan kapal. Pertama, keringanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0% untuk impor komponen kapal dan pajak penghasilan (PPh). Ini dilakukan dengan merevisi PP No 52 tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Kegiatan Penanaman Modal.
Kedua, insentif bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP). Ketiga, pengenaan bea masuk kapal baru dan bekas impor. Keempat, rancangan peraturan pemerintah soal fasilitas yang tidak dipungut pajak. Adapun insentif nonfiskal meliputi kemudahan sewa lahan dari BUMN dan penggunaan desain-desain kapal milik Pusat Desain Kapal Nasional (PDK) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. (Investor Daily)
Leave a reply
Leave a reply