Perlu Skema Terintegrasi untuk Tekan Biaya

Laporan Logistic Performance Index (LPI) 2014, kinerja logistik Indonesia berada pada posisi 53 dengan skor rata-rata 3,08. Kendati telah mengalami perbaikan setiap tahun, kinerja logistik nasional masih terpaut jauh di bawah negara Asean lainnya seperti Singapura yang berada di posisi 5, Malaysia di peringkat 25, Thailand peringkat 35 dan Vietnam yang bertengger di posisi 48.

Aktivitas logistik nasional masih didominasi oleh angkutan jalan yaitu 91,25%, kereta api 0,63%, dan penyeberangan 0,99%. Sementara untuk sektor angkutan laut menyumbang 7,07%, udara 0,05% dan sungai 0,01%. Aktivitas logistik yang banyak bertumpu pada angkutan jalan menyebabkan biaya distribusi barang mencapai 30% dari harga jual barang.

Staf Ahli Menteri Bidang Logistik dan Multimoda Kementerian Perhubungan Sugiharjo mengatakan kinerja logistik nasional yang tertinggal oleh negara Asean lainnya disebabkan fokus transportasi masih pada penataan dan pengaturan pergerakan orang ketimbang angkutan barang.

Akibatnya, terjadi inefisiensi, baik pada transportasi darat maupun laut. Bahkan, freight pelayaran domestik lebih mahal daripada pelayaran internasional yang disebabkan inefisiensi di pelabuhan.

“Baik di remote area maupun di daerah berkembang ternyata terjadi inefisiensi juga di moda transportasi,” katanya Selasa (21/10).

Menurutnya, ada dua langkah yang perlu dilakukan terkait efisiensi di pelabuhan. Pertama, sistem dan prosedur yang harus didukung dengan sistem teknologi informasi yang baik antarinstansi yang berada di pelabuhan.

Kedua, adanya restrukturisasi kelembagaan intansi di pelabuhan dengan menunjuk salah satu instansi sebagai penanggung jawab kelancaran barang dari masuk hingga keluar
pelabuhan.

“Dwelling time itu hanya masalah barangnya, tapi ada juga waiting time bagi kapal yang mau sandar.” Di sisi lain, terjadinya imbalance cargo atau tidak berimbangnya muatan antardaerah juga menjadi penyebab lain dari belum kompetitifnya biaya transportasi laut nasional.

Sugiharjo menilai konsep Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) perlu diteruskan sebagai solusi penyebaran industri di Indonesia. Menurutnya, kedua konsep tersebut dapat berjalan beriringan dengan gagasan tol laut yang merencanakan adanya kapal 1.500 TEUs yang melayari dari kawasan barat hingga timur Indonesia secara terjadwal.

“[Sislognas] sudah identifikasi jelas, tapi yang kurang [hanya] eksekusi. Dan harus
terkoneksi antarmoda transportasi mulmoda,” katanya.

SUMBU LOGISTIK

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menuturkan saat ini perhatian seluruh stakeholder mulai fokus membicarakan masalah logistik.

Dia berharap pada periode pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla Indonesia tidak
hanya menjadi negara poros maritim dunia, melainkan juga sebagai negara sumbu logistik.

Untuk mencapai tujuan tersebut, imbuhnya, pemerintah membuat free trade zone atau kawasan perdagangan bebas. “Sekarang barang banyak menumpuk di negara lain.
Kami harap besok pemerintah jadikan Indonesia free trade zone,” katanya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Logistik Carmelita Hartoto mengatakan kondisi kinerja logistik nasional saat ini masih buruk karena kondisi infrastruktur, tumpang tindihnya regulasi, dan transportasi logistik. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan menjadikan Indonesia hanya sebagai penonton pada pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) akhir 2015. (Bisnis Indonesia)

Leave a reply