Kemenhub Tunjuk BKI Awasi Peti Kemas

JAKARTA—Kementerian Perhubungan mengeluarkan maklumat pelayaran tentang kegiatan survei peti kemas berbasis teknologi informasi yang akan dilakukan oleh PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

BKI akan bekerja mengawasi kelaikan peti kemas yang datang dari luar negeri di sejumlah pelabuhan di Indonesia guna mencegah terjadinya praktik rente di tempat itu.
Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Wahyu Widayat mengatakan Maklumat Pelayaran (Mapel) di tuangkan melalui Surat Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby
R.Mamahit No. PK.109/1/2/DJPL-14.

Adapun, isi Mapel tersebut mengamanatkan agar para kepala syahbandar dan kepala otoritas pelabuhan (OP) di empat pelabuhan utama di Indonesia mendukung kelancaran pelaksanaan survei peti kemas yang dilakukan oleh BKI.

Keempat pelabuhan utama itu yakni Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan Sumatra Utara, dan Makassar. “Kami juga sudah sosialisasikan Mapel Dirjen Hubla itu kepada seluruh stakeholders di Pelabuhan Priok, INSA Jaya dan termasuk manajemen BKI,” ujarnya kepada Bisnis seusai menggelar sosialisasi Mapel Dirjen Hubla itu di kantor OP Tanjung Priok, Rabu (10/9).

Dia mengatakan kegiatan pemeriksaan atau survei fisik peti kemas dari luar negeri oleh BKI di Pelabuhan Tanjung Priok diharapkan bisa dilakukan dalam waktu dekat. Dengan begitu, informasi tentang kerusakan peti kemas dalam rangka penagihan uang jaminan
kerusakan atas penggunaan peti kemas impor di pelabuhan bisa lebih dipertanggungjawabkan. “Saya maunya bisa cepat dilakukan survei peti kemas itu oleh BKI. Kami harapkan bulan ini juga sudah bisa jalan,” tuturnya.

Wahyu mengatakan bedasarkan Mapel Dirjen Hubla itu sesuai dengan Undang-Undang Pelayaran No. 17/ 2008 tentang Pelayaran, bahwa peti kemas yang akan digunakan sebagai bagian dari alat angkut wajib memenuhi persyaratan kelaikan peti kemas.

Di samping itu, katanya, pelaksanaan survei peti kemas ini merupakan kontrak kerja antara PT BKI dan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (DPPALFI) untuk melaksanakan survei kontainer berbasis teknologi informasi.

Survei itu dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang kerusakan kontainer dalam rangka penagihan uang jaminan kerusakan atas penggunaan kontainer yang dijaminkan oleh anggota ALFI.

INSA MENDUKUNG

Wahyu mengatakan pengusaha pelayaran yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Jaya sangat mendukung pelaksanaan survei kontainer itu.

Dari situ dapat diketahui penanggung jawab peti kemas dari kapal ke dermaga adalah pelayaran, sedangkan dari dermaga ke terminal merupakan tanggung jawab terminal. Setelah peti kemas keluar pelabuhan menjadi tanggung jawab pemilik
barang, sehingga INSA tidak lagi jadi kambing hitam.

“Dengan demikian masa pemanfaatan uang jaminan akan dapat sesuai dengan tingkat kerusakan sesuai yang dilaksanakan semua pihak,” tuturnya.

Direktur Utama BKI Rudiyanto mengatakan perseroan sudah siap dengan SDM yang akan diterjunkan dalam kegiatan survei peti kemas impor di empat pelabuhan utama di Indonesia. “Di pelabuhan Belawan, kegiatan survei seperti itu bahkan
sudah kami lakukan,” ujarnya.

Dia mengatakan yang akan dilakukan BKI adalah survei tentang kondisi peti kemas impor melalui perangkat TI. Dengan demikian, bila menurut hasil survei terjadi atau tak terjadi kerusakan peti kemas bisa langsung diketahui pemilik barang ataupun perusahan forwarder yang mewakilinya.

“Kami [BKI] yang menyiapkan metodologi termasuk perangkat TI untuk kegiatan survei peti kemas itu di pelabuhan,” tuturnya.

Kendati begitu, Rudiyanto belum bersedia menyebutkan besaran biaya survei setiap peti kemas yang dilakukan oleh BKI tersebut. “Kalau soal itu [biaya] survei sudah ada standarnya, sekarang kita fokuskan sosialisasi hal ini,” paparnya.

Ketua INSA Jaya C Alleson mengatakan perusahaan pelayaran tidak keberatan dengan adanya survei yang akan dilakukan oleh lembaga survei termasuk oleh BKI tersebut di pelabuhan Tanjung Priok. “Silahkan saja kalau ada surveyor independen di terminal atau pelabuhan,” ujarnya.

Alleson juga membantah praktik rente pengutipan uang jaminan peti kemas impor dilakukan oleh agen pelayaran di dalam negeri yang dipicu lamanya pengembalian uang jaminan tersebut oleh pelayaran kepada pemilik barang.

Penghapusan uang jaminan peti kemas impor juga tidak mungkin dilakukan karena hal itu merupakan urusan bussiness-to-business (b-to-b) dan berlaku dalam ketentuan bisnis shipping internasional yang mengedepankan kepercayaan.

“Saat peti kemas impor sudah dipulangkan ke lokasi depo empty, uang jaminan peti kemas sudah bisa langsung diambil oleh pemilik barang kalau tidak ada kerusakan peti kemas yang dipakainya,” tuturnya.

Alleson mengatakan uang jaminan peti kemas impor di pelayaran bisa diambil pemilik barang dengan melampirkan dokumen EIR gate out dari terminal/pelabuhan yang ditandatangani pihak terminal dan pengangkut/trucking, EIR di depo, serta kwitansi jaminan.

“Selama ini, hal itu tidak dilakukan pemilik barang, seharusnya pemilik barang meminta dokumen EIR yang merupakan haknya tersebut,” ujarnya. ( Bisnis Indonesia)

Leave a reply