Kadin: Berantas Rente di Priok
JAKARTA—Kadin DKI Jakarta mendesak pemerintah memberantas ekonomi biaya tinggi atau rente di sektor pelayanan logistik Tanjung Priok menyusul pengenaan uang jaminan peti kemas oleh importir, eksportir dan jasa pengurusan transportasi.
Ketua Komite Tetap Kepabeanan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Widijanto mengatakan para pengguna jasa angkutan laut diwajibkan menyetor uang jaminan peti kemas dengan dolar AS sekitar US$100-US$300 per peti kemas sebelum menebus DO (delivery order) kepada agen pelayaran.
“Jaminan tersebut diminta untuk mengantisipasi jika ada kerusakan peti kemas dalam proses penyerahan barang dari agen pelayaran kepada pemilik barang atau perusahaan jasa pengurusan transportasi sebagai pengelola logistik,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (13/8).
Padahal, ucapnya, arus peti kemas di Tanjung Priok rerata mencapai 6.000 boks, sehingga
jumlah dana yang harus dikeluarkan oleh pemilik barang/kuasanya berjumlah US$600.000 per hari.
Menurutnya, uang jaminan yang diraup agen pelayaran di Tanjung Priok saja bisa mencapai US$219 juta atau sekitar Rp2,5 triliun per tahun. “Bila ini juga terjadi di seluruh pelabuhan internasional, jumlahnya bisa mencapai puluhan triliun rupiah per tahun. Ini bisa memicu ekonomi biaya tinggi,” katanya.
Widijanto mengatakan yang menjadi masalah bila tidak terjadi kerusakan peti kemas dana
jaminan tersebut tidak dapat langsung dicairkan. Biasanya, ini akan memakan 2-3 bulan. Namun, menurut laporan pelaku usaha ke Kadin DKI Jakarta, hampir semua pemilik barang dibebani pembersihan dan perbaikan peti kemas.
Dia mengatakan terhadap peti kemas yang rusak, dasar pengenaan biayanya juga tidak transparan karena tidak di lengkapi dengan dokumen EIR (equipment interchange receipt). Dokumen EIR adalah bukti saat serah terima peti kemas dari kapal ke angkutan darat dan seterusnya hingga ke depo peti kemas atau gudang pemilik barang.
Dia mengatakan di dunia angkutan laut, hal ini merupakan suatu keniscayaan tetapi anehnya di Pelabuhan Tanjung Priok, bahkan mungkin di seluruh pelabuhan di Indonesia, tidak di terbitkan dokumen EIR dalam proses peralihan tanggung jawab angkutan peti kemas.
HARUS DIBUAT
Sebagai negara yang telah meratifikasi ketentuan internasional di bidang pelayaran, ucapnya, seharusnya dokumen EIR ini dibuat sejak peti kemas diturunkan dari kapal ke dermaga dan dari dermaga ke lapangan penumpukan di terminal. Selanjutnya, dari terminal ke atas truk, hingga ke lapangan penumpukan di depo peti kemas.
“Dampak negatif akibat tidak di terbitkannya dokumen EIR ini adalah munculnya ekonomi biaya tinggi dalam angkutan peti kemas dan pengelolaan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok maupun di pelabuhan lainnya di Indonesia,” paparnya.
Dia mengatakan Kadin DKI banyak menerima keluhan karena hampir semua pengenaan biaya perbaikan peti kemas yang dibebankan kepada pemilik barang tidak dilampiri dokumen EIR.
Dengan demikian, tidak pernah di ketahui secara pasti siapa oknum yang sengaja merusak
peti kemas. Menurutnya, bila ada kerusakan peti kemas justru masalah itu dibebankan kepadapemilik barang.“Oleh karena itu, Kadin DKI Jakarta menyarankan agar pem buatan dokumen EIR perlu di terapkan kembali,” tuturnya. (k1)
Leave a reply